Kenal Lebih Jauh GHB, Racun Rahasia yang Digunakan RS Memperdayai Korbannya

2020-01-20 01:59:20


“Take a sip of my secret poison, I will make you fall in love.” (Teguk racun rahasiaku, saya akan membuatmu jatuh cinta). Itulah sepenggal kalimat rayuan yang digunakan Reynhard Sinaga (RS), --seorang pemuda Indonesia yang baru-baru menggemparkan seluruh dunia khususnya di Inggris karena kejahatan seksual yang dilakukannya-, ketika memperdayai salah satu korbannya.

Kisah tentang perjalanan kasus RS, mulai dari awal keberadaannya di Inggris untuk melanjutkan kuliah hingga tersandung kasus paling heboh dalam sejarah  hingga dirinya disebut sebagai “Predator Seksual Setan”, telah banyak menghiasi media massa. Tulisan ini fokus membahas bahan yang digunakan RS untuk membius ratusan korban sebelum melancarkan aksi pemerkosaanya, yang dalam kalimat rayuannya ia sebut sebagai racun rahasia.

Meski RS tidak mengakuinya secara lugas, para petugas yang menangani kasus ini sangat meyakini kalau dia  menggunakan Gamma-hydroxybutyrate (GHB: Gamma Hidroksi Butirat) sebagai “racun rahasia” yang melemahkan pertahanan para korbannya (Simone, 2020).

Khasiat GHB tersebut memang sangat ampuh. Bayangkan, setelah memakan korban hampir mencapai 200-an orang, kasus tersebut baru terungkap ke publik berkat salah seorang korban yang tersadar ketika dia hendak diperkosa, kemudian melakukan perlawanan dan melaporkan ke polisi. Berawal dari situlah, terbuka semua tabir kebejatan RS yang terekam dengan rapi dalam HP dan peralatan elektronik lain miliknya.

Sejarah Kegunaan dan Penyalahgunaan GHB

GHB pertama kali disintesis oleh Aleksandr Zaitsev pada tahun 1874. Dalam perjalanan pengembangannya, pada tahun 1961 H. Labroit menemukan GHB bisa dimanfaatkan sebagai obat bius. Setelah penemuan tersebut, selama periode tahun 60-an GHB digunakan sebagai anestesi, pengobatan ketergantungan alkohol dan sebagai obat anti-maag. Pada tahun 70-an, GBH diteliti lebih jauh untuk mengobati narkolepsi (gangguan tidur yang dicirikan tiba-tiba tertidur pulas tanpa terkendali). Pada masa ini, GBH juga mulai dikeluarkan dari kelompok anestesi karena efek samping yang ditimbulkannya. Sejak tahun 1980 hingga saat ini, GHB digunakaan untuk berbagai keperluan seperti pengembangan otot dan pembakaran lemak; suplemen makanan; mulai dikenal sebagai obat yang digunakan untuk bersenang-senang di kelab malam dan juga sebagai obat untuk tujuan pemerkosaan; disetujui untuk pengobatan narkolepsi; dan dievaluai sebagai antidepresan (Trombley, Capstick, & Lindsley, 2019).

Selama perjalanan penggunaan GHB tersebut, pada tahun 90-an sudah ada peringatan dari FDA (Badan yang mengontrol keamanan obat dan makanan di AS), bahwa penjualan substansi kimia tersebut merupakan tindakan ilegal. Kemudian pada tahun 2000, di Amerika dan negara Eropa memasukan GHB sebagai obat kelas 1 yang digunakan sangat terbatas; tidak dijual secara bebas kepada masyarakat.

Kabar baiknya, di wilayah kita Indonesia tidak mengokomodir GHB sebagai obat atau bahan obat resmi. Menurut keterangan pihak berwenang di BPOM, GHB ini tergolong dalam jenis narkotika baru yang belum ada di Indonesia. Informasi tersebut juga dikonfirmasi oleh Kabiro Humas BNN, -Brigjen Sulistyo Pudjo, yang merujuk UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menjelaskan GHB belum masuk dalam golongan narkotika (Shearing, 2020).

Meski begitu, bukan berarti kita aman 100% dari ancaman penyalahgunaan zat terlarang tersebut. Seperti pola pengedaran narkoba pada umumnya, GHB juga bisa saja telah masuk ke Indonesia tanpa diketahui pihak berwenang. Biasanya, kalau sudah ada kejadian yang menghebohkan, barulah hal-hal yang tersembunyi tersebut muncul ke permukaan.

Saat ini, beberapa obat dan bahan kebutuhan lain seperti cairan penghapus cat atau tiner, memiliki kandungan GHB. Ahli kimia yang “nakal” bisa dengan mudah memisahkan substansi GHB untuk kepentingan ekonomi tanpa memperhitungkan etika sama sekali.

GHB dan Pemerkosaan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, GHB ini memiliki beragam tujuan dan manfaat. Salah satu bentuk penyalahgunaan yang paling banyak terjadi beberapa tahun terakhir, GHB digunakan sebagai zat yang membius seseorang sebelum melakukan pemerkosaan atau tindakan kekerasan seksual lainnya (Sumnall, Woolfall, Edwards, Cole, & Beynon, 2008).

Zat GHB ini juga menjadi primadona bagi pria gay dan biseksual di berbagai negara. Salah satu penelitian yang dilakukan di Autralia telah membuktikannya, mereka menggunakan GHB untuk tujuan peningkatan gairah seksual. Penggunaan yang telah berlangsung 6 bulan, menunjukkan dampak yang bervariasi. Mereka akhirnya ada yang dinyatakan positif-HIV, memiliki lebih banyak teman gay, banyak berinteraksi dengan laki-laki gay yang menggunakan narkoba, memiliki pasangan seksual yang lebih banyak, seks berkelompok, dan hubungan seks anal tanpa kondom dengan pasangan (Hammoud et al., 2018).

Selain membuat orang tidak sadar, penggunaan GHB juga bisa untuk merangsang euforia (rasa senang yang berlebihan) termasuk rileksasi; meningkatkan gairah seksual (Chemsex); dan reaksi lainnya. GHB semakin mudah digunakan untuk tujuan pemerkosaan karena memiliki sifat kelarutan yang tinggi dalam etanol/alkohol dan air, apalagi penampilannya tidak berwarna dan tidak berbau tajam. Korban yang menenggak “racun” tersebut yang disajikan dalam segelas alkohol misalnya, tidak akan pernah menyadarinya (Trombley et al., 2019).

Pasca penggunaan GHB, korban juga berisiko terjadi overdosis dan amnesia atau kehilangan daya ingat. Efek yang terakhir ini benar-benar nyata di antara ratusan korban dalam kasus RS. Setelah semua rahasianya terbongkar, beberapa lelaki muda yang menjadi korban tindakan bejatnya tidak mengingat apa-apa setelah diperkosa. Andai saja RS tidak merekam aksinya dalam video dan rekaman itu tidak ditemukan pihak berwajib, mungkin para korban tidak akan mengetahuinya sama sekali.

GHB itu Netral

Kita, khususnya yang meyakini sains atau ilmu pengetahuan itu bersifat netral, tentu saja sepakat GHB sebagai hasil atau luaran dari sains juga dianggap sebagai sesuatu yang bersifat netral. GHB bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia atau malah menghancurkan kehidupan, semuanya bergantung pada orang yang memakainya.

Bila kosentrasi GHB dalam plasma (cairan) darah hanya berkisar 0-63 mg/L, seseorang akan tetap sadar dan normal. Ketika dinaikkan menjadi 151-244 mg/L, seseorang akan tidur dengan kedalaman sedang. Begitu dinaikkan menjadi 395-500 mg/L, seseorang bisa mengalami koma. Lebih dari itu, bisa mengakibatkan kematian (Trombley et al., 2019).

Pilihan ada di tangan kita semua. Mau menggunakan bahan kimia berbahaya ini, bersiaplah dengan risiko buruk yang bisa terjadi. Jika tidak, atau tetap menggunakan tapi sesuai dengan resep dokter atau ahli yang terpecaya untuk memastikan dosis terapinya, tentunya akan lebih aman. Bila digunakan untuk mencelakakan orang lain, cepat atau lambat, hukum setimpal akan kita terima juga. Semoga kasus RS ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua untuk lebih waspada dengan berbagai ancaman di sekitar.

 

Oleh: Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns

(Perawat Kesehatan Komunitas FKp Unair)

 

Sumber Bacaan

Hammoud, M. A., Bourne, A., Maher, L., Jin, F., Haire, B., Lea, T., … Prestage, G. (2018). Intensive sex partying with gamma-hydroxybutyrate: Factors associated with using gamma-hydroxybutyrate for chemsex among Australian gay and bisexual men-results from the Flux Study. Sexual Health, 15(2), 123–134. https://doi.org/10.1071/SH17146

Shearing, H. (2020). GHB: Obat yang digunakan Reynhard Sinaga untuk membius para korbannya. Retrieved January 16, 2020, from BBC News website: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51017378

Simone, D. De. (2020). Reynhard Sinaga: How the Manchester rapist found his victims. Retrieved January 16, 2020, from BBC News website: https://www.bbc.com/news/uk-50688975?ocid=wsnews.chat-apps.in-app-msg.whatsapp.trial.link1_.auin

Sumnall, H. R., Woolfall, K., Edwards, S., Cole, J. C., & Beynon, C. M. (2008). Use, function, and subjective experiences of gamma-hydroxybutyrate (GHB). Drug and Alcohol Dependence, 92(1–3), 286–290. https://doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2007.07.009

Trombley, T. A., Capstick, R. A., & Lindsley, C. W. (2019). DARK Classics in Chemical Neuroscience: Gamma-Hydroxybutyrate (GHB). ACS Chemical Neuroscience. https://doi.org/10.1021/acschemneuro.9b00336


KIRIM TULISAN
LITERASI HIDUP SEHAT