Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Demam Berdarah Dengue pada Anak Usia 6-12 Tahun

2022-07-09 04:20:37


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat, dimana setiap tahunnya setiap tahun masih terdapat data penderita DBD di tempat-tempat perawatan masih. Penyebab utama penyakit DBD adalah gigitan dari nyamuk Aedes Aegypti betina. Insiden tertinggi infeksi terjadi pada siang hari, yang berkembang biak di rumah.

DDB juga dapat disebabkan oleh nyamuk Aedes Albopictus yang hidup di hutan atau di pinggiran kota (WHO, 2018 ) dari World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2015 bahwa 3,9 miliar orang di dunia di negara tropis dan subtropis 128 negara berisiko tertular virus dengue dengan 96 juta kasus. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah utama di Asia Tenggara, karena dalam kurun waktu 40 tahun terdapat 67.295 kematian dari total 68.977 kematian di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat angka kematian rata-rata 1682/tahun akibat DBD.

Angka kejadian DBD di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif. Dalam 47 tahun terakhir sejak tahun 1968 terjadi peningkatan dari 58 kasus menjadi 126.675 kasus pada tahun 2015 dari 436 (85%) kabupaten/kota di Indonesia. Pada tahun 2014 tercatat penderita demam berdarah terbanyak pada kelompok umur 1 sampai 14 tahun dengan jumlah penderita 1065 orang, anak-anak umur 6-12 tahun sebanyak 336 anak, dan penderita DBD kelompok umur 6 sampai Anak usia 12 tahun pada tahun 2016 tertinggi yaitu 173 anak dan pada tahun 2017 dari semua kelompok usia 6-12 tahun adalah tertinggi menderita DBD yaitu sebanyak 58 anak.

Faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit berdasarkan segitiga epidemiologi dipengaruhi oleh faktor manusia sebagai host dan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD. Lingkungan secara signifikan mempengaruhi kesakitan bagi setiap individu termasuk sosial, ekonomi dan lebih utamanya perilaku masyarakat, meningkatnya mobilitas penduduk, kepadatan hunian, semakin baiknya sarana transportasi dan masih terdapat tempat perindukan nyamuk penular DBD.

Faktor perilaku pencegahan yang seharusnya secara rutin dilakukan tetapi masih kurang diperhatikan dan diabaikan meliputi kebiasaan memakai pakaian panjang, kebiasaan memakai obat anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah dan kurangnya partisipasi masyarakat dengan lingkungan juga merupakan faktor yang dapat meningkatnya kejadian penyakit DBD. selain itu faktor imunitas seseorang, strain virus yang menginfeksi, riwayat dan usia juga berpengaruh.

Pendidikan ibu rendah

Ada pengaruh faktor pendidikan ibu rendah terhadap kejadian DBD pada anak usia 6- 12 tahun. Sebab faktor pendidikan merupakan unsur yang sangat penting karena dengan pendidikan seseorang dapat menerima lebih banyak informasi, memperluas cakrawala berpikir dapat mempengaruhi pola pikir dan daya cerna seseorang terhadap informasi yang diterima. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula informasi yang dapat diserap, sehingga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Kurangnya pengetahuan penduduk dalam kaitannya dengan penyakit demam berdarah dapat disebabkan oleh banyak faktor, sebagaimana telah dikemukakan salah satu di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan. Di samping itu, mungkin sikap masa bodoh dan kurangnya penyuluhan yang efektif menyebabkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit menjadi rendah. Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk mengetahui konsep kejadian penyakit DBD.

Kebiasaan tidak memakai pakaian panjang

Pemakaian pakaian panjang merupakan salah satu upaya mencegah gigitan nyamuk. dan meminimalkan potensi gigitan nyamuk Aedes aegypti, karena pakaian panjang menutupi anggota badan, seperti tangan dan kaki. Pemahaman bahwa penyakit DBD dapat dicegah dengan pemakaian pakaian panjang, maka orang tua dengan penuh kesadaran akan membiasakan anak-anak mereka untuk selalu memakai pakaian panjang baik di rumah maupun di sekolah.

Kebiasaan memakai obat anti nyamuk

Penggunaan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko tinggi untuk menghindari gigitan nyamuk. Sebagian orang tidak pernah menggunakan anti nyamuk pada siang hari, tetapi sebaliknya menggunakan anti nyamuk seperti menyemprot atau menggunakan kelambu hanya pada malam hari saja, anggapan mereka bahwa pada siang hari lebih banyak beraktivitas sehingga perlindungan terhadap gigitan nyamuk tidak perlu dilakukan. Menurut WHO penolak serangga merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan kimiawi. Hal ini sesuai dengan teori Handrawan Nadesul bahwa cara lain untuk menghindari gigitan nyamuk adalah dengan membaluri kulit badan dengan obat anti nyamuk (repellent).

Dari pembahasan di atas kita menjadi tahu bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD pada anak usia 6-12 tahun yaitu pendidikan ibu rendah, kebiasaan tidak memakai obat anti nyamuk dan kebiasaan tidak memakai pakaian panjang. Semoga dengan adanya pembahasan mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD, dapat membantu pembaca untuk lebih berhati–hati dalam kebiasaan sehari hari agar terhindar dari penyakit DBD, terutama para orangtua.

Referensi:

Ayun LL., & Pawenang ET. (2017). Hubungan antara faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran, Kecamatan Gunungpati , Kota Semarang. Public Health Perspective Jurnal;2(1), 97–104.

Binsasi, E., Bano, E. N., & Salsinha, C. N. (2021). ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEFAMENANU. Jurnal Statistika dan Matematika Vol 3, No 1.

Kementrian Kesehatan. (2017). Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.pp.507.

Kemenkes RI. (2013). Pengendalian demam berdarah dengue untuk pengelola Program DBD Puskesmas. Jakarta : Dirjen P2P.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia. pp.1-220.

WHO. (2014). Estimates of The Global Burden of Diseases. WHO;46(3), 1-15.

WHO. (2016). Dengue Situation Update. Geneva WHO west pasific reg.

WHO. (2018 ). Dengue: Immunization, Vaccines and Biologicals . Media Center WHO.

Penulis: Soviya Oktaviana (Airlangga Nursing Journalist)
Editor: Inaya Nur Khofifah (Airlangga Nursing Journalist)


KIRIM TULISAN
LITERASI HIDUP SEHAT