2022-12-26 07:45:56
Gangguan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan yang signifikan di dunia (Ahmed et al., 2019). Permasalahan kesehatan kejiwaan hampir sama seperti permasalahan gunung es, dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (Kemenkes RI, 2016). Home visit merupakan program kesehatan jiwa yang di jalankan di pelayanan primer di daerah terpencil, namun terkendala karena masalah anggaran, transportasi darat dan laut yang minim dan mahal sehingga menghambat untuk mengantarkan obat ke rumah pasien yang jaraknya jauh dari puskesmas dan konseling yang terkadang tidak dilakukan karena pemegang program kesehatan jiwa merangkap program lain (Tasijawa et al, 2022), sehingga pelayanan kesehatan jiwa di pelayanan primer daerah terpencil tidak optimal.
Puskesmas sebagai pemberi pelayanan primer yang menjadi andalan utama pelayanan bagi masyarakat, belum mampu memberikan pelayanan bagi daerah terpencil perbatasan dan kepulauan. Wilayah kerja puskesmas cukup luas, secara geografi sebagian sulit dijangkau, jumlah penduduk sedikit, tersebar dalam kelompok-kelompok kecil yang saling berjauhan. Sarana transportasi sangat terbatas dengan biaya mahal baik darat, laut maupun udara (Cosgrave et al., 2015). Kesehatan jiwa hanya menjadi perhatian pemegang program kesehatan jiwa, yang menjadi permasalahan pada saat pelaksanaan puskesmas keliling (pusling), puskesmas tidak memasukan program jiwa sebagai layanan dari pelayanan kepada masyarakat (Suharmiati et al., 2013).
Beberapa program kesehatan jiwa yang telah di lakukan seperti pendataan klien kesehatan jiwa, konseling, pengawasan minum obat (PMO), kunjungan rumah dan pendampingan pasien gangguan jiwa (Frando et al, 2022). Sistem pelayanan kesehatan jiwa dasar diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di puskesmas dan jejaringnya. Ironisnya sistem manajemen pelayanan kesehatan jiwa di tingkat puskesmas bukan merupakan program prioritas. Kesehatan jiwa masih termasuk dalam program pengembangan, bukan merupakan program pokok. Layanan kesehatan jiwa terkonsentrasi hanya di kota, sedangkan pelayanan kesehatan jiwa di daerah pedesaan sangat minim. Kekurangan petugas kesehatan jiwa merupakan tantangan kesehatan utama (Rahmani et al., 2021).
Letak geografis yang sulit, biaya taransportasi darat maupun laut yang mahal, kurangnya layanan yang tersedia merupakan hambatan dalam pelayanan gangguan jiwa di daerah terpencil sehingga petugas kesehatan harus melakukan home visit pada pasien gangguan jiwa di rumah (Esponda et al., 2022). Pada saat melakukan home visit petugas kesehatan harus mempunyai tekad dan kesabaran yang kuat dalam menghadapi pasien gangguan jiwa. Lintas sektor terkaitpun harus di libatkan misalnya pendekatan dengan tokoh masyarakat dan lembaga suka rela (Sriramalu et al., 2022). Perawatan di rumah telah diterapkan secara luas di berbagai sistem kesehatan mental di seluruh dunia(Stulz et al., 2020). Program ini digambarkan sebagai ''program pengobatan komunitas yang telah menunjukkan bahwa pasien yang seharusnya dirawat di rumah sakit jiwa dapat berhasil dirawat di komunitas tanpa mengalihkan beban perawatan ke keluarga mereka(Chang & Chou, 2015).
Upaya berkelanjutan untuk mengurangi stigma yang terkait dengan penyakit mental akan mendorong penyedia untuk melihat kesehatan mental yang sama dengan kondisi medis lainnya, yang pada akhirnya meningkatkan deteksi dan pengobatan penyakit mental secara tepat waktu dan meningkatkan hasil pasien (Szajna et al., 2021). Faktor-faktor seperti kepercayaan pada pengaruh spiritual pada mental kesehatan dan skeptisisme terhadap efektivitas obat bio untuk gangguan mental juga mengakibatkan keluarga mencari alternatif pengobatan psikiatri.
Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendidik masyarakat umum tentang kesehatan jiwa (Mahato et al., 2018). Kurangnya rasa aman yang dialami oleh pasien (Lee et al., 2021). Stigma yang disandang oleh ODGJ mengakibatkan banyak kasus gangguan jiwa yang akhirnya disembunyikan dari lingkungan. Orang dengan gangguan jiwa seringkali terpinggirkan dan didiskriminasi, yang bertentangan dengan hak sehat mereka. Sejumlah hambatan, baik di tingkat sosial maupun organisasi, telah berkontribusi dalam hal ini hambatan tersebut antara lain komorbiditas, stigma, kesulitan mengakses layanan kesehatan jiwa dan kurangnya sumber daya dalam layanan kesehatan jiwa di berbagai negara (Tristiana et al., 2018).
Pedoman pemerintah untuk penempatan tenaga kesehatan dengan keterampilan khusus dan fasilitas kesehatan jiwa diperlukan untuk memperoleh pelayanan kesehatan jiwa yang efektif dan menjangkau di mana-mana (Tristiana et al., 2018). Hal ini meningkatkan kelayakan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan jiwa di tingkat puskesmas. Pengetahuan dan sikap petugas kesehatan tentang masalah kesehatan sangat penting (Tesfaye et al., 2022). Meningkatkan kompetensi perawatan kesehatan jiwa dalam pengaturan ini kemungkinan akan membantu mengurangi kesenjangan pengobatan untuk gangguan jiwa (Alfredsson et al., 2017). Pelatihan kesehatan jiwa bagi pemegang program kesehatan jiwa sangat membantu meningkatkan layanan kesehatan (Mroueh et al., 2021). CMHN pedesaan diharapkan untuk mengambil peran yang mungkin berada di luar pelatihan, kapasitas atau keahlian mereka.
Home visit menjadi perhatian penting untuk pemegang program kesehatan jiwa di daerah terpencil karena bertujuan untuk mengunjungi tempat tinggal pasien jiwa dan bertemu dengan keluarga untuk mendapatkan berbagai informasi penting yang diperlukan dalam rangka membantu pasien dalam proses penyembuhan, serta melakukan penyuluhan/pemberian edukasi kesehatan fisik/mental/sosial terkait dengan kebutuhan pasien selama menjalani perawatan kesehatan sangat diperlukan bagi pasien gangguan jiwa di daerah terpencil. Stigma, literasi kesehatan mental yang rendah, atau gagasan bahwa gejala bersifat sementara, tidak parah dan dapat dikelola tanpa pengobatan. Diharapkan melalui kegiatan pelayanan “jemput bola” yang mengunjungi langsung pasien ke tempat atau home visit ini dapat membantu upaya penyembuhan pasien yang mengalami masalah kesehatan jiwa di daerah terpencil.