2022-10-12 06:59:00
Tuberkulosis (TB) paru saat ini menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian teratas di seluruh dunia (World Health Organization, 2019). Saat ini, angka keberhasilan pengobatan pada penderita TB mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Banyak faktor yang memengaruhi penurunan keberhasilan pengobatan TB paru, salah satunya adalah tingkat stres pada pasien TB (Putra and Toonsiri, 2019). Kondisi stres yang dialami pasien dapat berpengaruh pada pengobatan yang dijalani terutama dalam kepatuhan pengobatan (Rubeen et al, 2014). Kepatuhan pasien TB paru terhadap terapi obat anti TB paru (OAT) merupakan mekanisme penting untuk kesembuhan, tapi banyak dari pasien TB seringkali tidak menyelesaikan pengobatannya hingga tuntas. Dalam upaya pengendalian penyakit, fenomena menurunnya angka kesembuhan ini perlu mendapat perhatian besar karena akan memengaruhi penularan penyakit TB (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Pasien TB paru rentan mengalami stres ringan hingga stres berat karena kondisi penyakitnya. Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari - hari (Priyoto, 2014). Beberapa faktor yang menyebabkan pasien TB mudah mengalami stres adalah pengobatan TB yang membutuhkan waktu yang cukup lama, pasien merasa jenuh melakukan pengobatan TB dan adanya efek samping setelah mengonsumsi OAT. Selain itu pasien TB juga mendapatkan stigma negatif dari masyarakat karena merupakan penyakit menular. Gangguan fungsi kesehatan, pengobatan yang cukup lama, efek samping dari OAT dan stigma dari masyarakat semakin menambah stres pada pasien TB. Stres pada pasien TB perlu mendapatkan penanganan agar pasien dapat menjalankan pengobatan hingga tuntas (Fuadiati, Dewi and Hadi, 2019).
Stres merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan cenderung bersifat merugikan sehingga harus segera diatasi (Musradinur, 2016). Stres atau depresi yang tidak diobati pada pasien TB paru dapat menyebabkan gagalnya pengobatan dan menurunnya kualitas hidup pasien. Faktor lain yang dapat memengaruhi stres adalah dari pikiran individu yang berkaitan dengan penilaian atau persepsinya terhadap penyakit (Musradinur, 2016). Pemberian edukasi kesehatan berperan penting dalam mengatasi stres pada pasien. Apabila pasien memiliki pengetahuan atau persepsi yang benar terhadap penyakitnya, maka pasien akan terhindar dari kondisi stres. Pasien akan memperoleh informasi yang jelas mengenai penyakit yang diderita sehingga dapat menurunkan tingkat stres yang dialami.
Tenaga kesehatan harus memberikan dukungan dalam memberikan perawatan pasien TB paru (Ambaw et al., 2018). Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, sehingga tingkat stres yang dialami pasien TB dapat berkurang sehingga pasien dapat menyelesaikan pengobatan hingga tuntas. Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Universitas Airlangga sedang mengembangkan pendidikan kesehatan berbasis supportive education. Pasien akan diberikan pembelajaran, bimbingan dan dukungan dalam menyelesaikan pengobatan TB. Supportive education diharapkan dapat menurunkan stres yang dialami pasien sekaligus dapat membantu pasien menyelesaikan pengobatannya hingga tuntas.
Penulis: Natalia Christin Tiara Revita