2022-10-12 07:10:17
Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan virus yang merusak kekebalan tubuh dan memiliki banyak implikasi baik dari segi fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Perilaku Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada pengobatan Anti Retroviral (ARV) dapat menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik (Karyadi 2017). Kendati demikian, tidak semua ODHA patuh untuk melakukan pengobatan ARV tersebut. Ketidakpatuhan ODHA pada pengobatan ARV dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengetahuan pasien serta stigma negatif dari masyarakat menjadikan ODHA takut untuk melakukan pengobatan (Sari & Wardani, 2017). Ketakutan menimbulkan resistansi terhadap tes HIV, rasa malu untuk memulai pengobatan, dan dalam beberapa hal keengganan untuk menerima pendidikan tentang HIV (Kumi Smith et al. 2018)(Olson et al. 2019). Permasalahan tersebut muncul dari dalam diri ODHA dan lingkungan sekitar, sehingga berdampak pada kondisi fisik ODHA itu sendiri sebab kurangnya kepatuhan dalam berobat(Yoo-Jeong et al. 2016).
Suatu aktivitas untuk meningkatan kesadaran individu dan memberikan individu pengetahuan kesehatan yang dibutuhkan dalam memutuskan suatu tindakan kesehatan tertentu disebut dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan ini tidak hanya melakukan upaya dalam mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik saja, melainkan pada peningkatan atau perbaikan lingkungan untuk pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dengan penuh kesadaran (Charles et al. 2012). Perilaku pengobatan juga termasuk ketrampilan yang dapat ditingkatkan dengan Pendidikan kesehatan. Pengobatan ARV terbukti mempunyai peran yang berkmakna dalam pencegahan penularan HIV, karena obat ARV memiliki mekanisme kerja mencegah replikasi virus yang secara bertahap menurunkan jumlah virus dalam darah (Amaniti, Sardeli, and Fyntanidou 2019). ODHA harus mendapatkan informasi yang lebih mengutamakan manfaat terapi ARV sebelum terapi dimulai (Kusumastuti et al. 2021).
Hasil dari pengembangan model pendidikan kesehatan ini ditemukan bahwa belum mendapat dukungan yang maksimal dari lingkungan, responden belum memiliki efikasi diri dalam menjalani pengobatan, responden belum memahami pentingnya faskes dalam menjalani perawatan, diperlukannya bimbingan kepada perawat, perlu perbaikan pada mekanisme koping, minimnya kesadaran responden dalam mengkonsumsi obat, serta kondisi ODHA yang belum maksimal dari fisik maupun psikis. Sehingga diperlukan pemahaman mengenai peran keluarga mengenai HIV dan memberikan dukungan, diperlukan treatment dari psikiater untuk membantu mental illness ODHA, diperlukan kebijakan baru, pembuatan modul, serta program baru yang ditujukan kepada petugas kesehatan setempat.
Peran pendidikan kesehatan yaitu untuk melakukan intervensi perilaku, sehingga perilaku individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Strategi pendidikan kesehatan tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pendidikan kesehatannya. Temuan penelitian terbaru adalah faktor perawat memiliki pengaruh paling besar terhadap pendidikan kesehatan dalam pengobatan ODHA. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu Adanya Faktor Pasien pada diri ODHA dan faktor perawat yang semakin baik akan semakin baik pula pendidikan kesehatan serta perilaku pengobatan ODHA. Mekanisme koping yang semakin baik akan meningkatkan perilaku pengobatan ODHA. Saran dalam penelitian yaitu semua pihak hendaknya harus sadar dan ikut serta membantu dalam pengobatan ODHA.