Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penyakit penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. GGK adalah penyakit penurunan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala (irreversible) dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia. GGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi glomerulus(Aisara et al., 2018)
Penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan jantung, strok dan gagal ginjal kronik. GGK juga bisa menyebabkan hipertensi.
Jadi, apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan Gagal Ginjal Kronik?
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya chronic kidney disease. Faktor tersebut yaitu diabetes, hipertensi, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular, infeksi HIV, riwayat batu ginjal, usia, aktifitas fisik rendah, merokok, dan obesitas.
1)Diabetes
Diabetes dapat menyebabkan nefropati sebagai komplikasi Mikrovaskular. Diabetes nefropati merupakan glomerulopati yang paling banyak terjadi, dan merupakan penyebab pertama dari end stage renal disease atau gagal ginjal tahap akhir di USA dan Eropa (Molitch et al, 2004). Selain itu United States Renal Data System (2009) menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien dengan gagal ginjal tahap akhir adalah penderita diabetes titik penelitian dari NHAES III, HUNT II, UK cross-sectional study dan longitudinal study menunjukkan bahwa diabetes berhubungan secara signifikan meningkatkan resiko CKD (The National Center For Chronic Conditions, 2008).
2)Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage renal disease atau gagal ginjal tahap akhir. Sebagai contoh, berdasarkan United States Renal Data System (2009) sekitar 51 sampai 63% dari seluruh pasien dengan CKD mempunyai hipertensi (Novoa at al, 2010). Pada 4 penelitian lain di Australia, Washington, US menunjukkan orang dengan hipertensi mempunyai resiko yang lebih besar untuk berkembang menjadi CKD dibandingkan orang dengan normotensi (The National Center For Chronic Conditions, 2008). Hipertensi menyebabkan glomerulo nefropati dengan menurunkan aliran darah karena hal yang menjadikan arteriolar vaskulopati, obstruksi vaskular dan penurunan densitas vaskular. Kejadian ini akan dikompensasi sehingga tidak lama akan terjadi penurunan GFR
3)Riwayat Keluarga dengan Penyakit Ginjal
Penelitian Freedman et al. (1997), Speckman et al. (2006) menunjukkan riwayat penyakit keluarga dengan CKD tingkat akhir dilaporkan oleh 20% orang dengan CKD tingkat akhir (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
4)Penyakit Kardiovaskular
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Elsayed et al pada tahun 2005, orang dengan penyakit kardiovakular telah menunjukkan peningkatan resiko secara signifikan pada penurunan fungsi ginjal dibanding dengan orang tanpa penyakit kardiovaskular. (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008). Penyakit kardiovaskular menyebabkan menurunnya aliran darah ke ginjal. Penurunan perfusi renal mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang menyebabkan vasokonstriksi alteriol dan meningkatkan tekanan glomerulus sehingga dapat menjadikan nefron rusak. Kerusakan nefron ini berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus.
5)Infeksi HIV
Disfungsi ginjal merupakan komplikasi yang umum dari pasien yang terinfeksi HIV baik akibat kerusakan dari virus itu sendiri maupun dari keracunan obat. HIV infeksi yang berjalan dalam jangka waktu yang lama merupakan waktu untuk berkembangnya kerusakan ginjal (Biagio, et al, 2011). Hasil penelitian Biagio (2011) lebih lanjut menjelaskan kerusakan yang terjadi melalui terpajanan langsung virus menyebabkan berkembangnya HIV Associated Nephropathy (HIVAN). Selain itu, kerusakan bisa terjadi akibat lamanya terpajan dengan obat yang berpotensial bersifat nefrotoksik seperti IDV dan TDF, juga obat yang digunakan dalam penanganan profilaksis infeksi oportunistik.
6)Riwayat Batu Ginjal
Gillen et al (2005) menggunakan the Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) pada populasi di USA mendapatkan data bahwa riwayat batu ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal pada orang dengan berat badan berlebih (overweight). Penelitian Joseph J Keller, Yi-Kuang Chen dan Herng-Ching Lin (2012) menunjukkan adanya hubungan antara gagal ginjal dan batu ginjal tanpa memperhatikan lokasi batu ginjal tersebut.
7)Usia
Pada empat cross sectional study oleh Drey et al. (2003), Coresh et al. (2003), Hallan et al. (2006), Chadban et al. (2003) menunjukkan bahwa lansia (usia di atas 65 tahun) memiliki resiko lebih besar eGFR <60ml/menit/1,73m2 dibandingkan usia muda (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
8)Aktivitas Fisik
Orang dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai resiko lebih tinggi gagal ginjal tingkat akhir dibandingkan orang dengan aktivitas fisik yang tinggi. Penelitian Stengel et al (2003) membuktikan orang dengan aktivitas fisik sedang tidak signifikan mempunyai resiko gagal ginjal dibandingkan dengan orang dengan aktivitas fisik yang tinggi (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
9)Merokok
Efek merokok pada penurunan fungsi ginjal telah diteliti melalui penelitian kohort dan case control study. Pada penelitian kohort oleh Orth et al. (2005) ditemukan bahwa kelompok perokok mengalami penurunan fungsi ginjal sebanyak 20% setelah 5 tahun dibandingkan dengan bukan perokok. Kejadian proteinuria meningkat pada kedua kelompok perokok dan bukan perokok, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua grup (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008). Pada penelitian kontrol kasus oleh Orth et al. (1998) menunjukkan bahwa perokok secara signifikan menunjukkan proses menjadi gagal ginjal tingkat akhir (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008). Tiga penelitian lain yaitu Haroun, et al. (2003), Stengel et al. (2003), Retnakaran et al. (2006) juga menunjukkan bahwa perokok secara signifikan mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit gagal ginjal (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
10)Obesitas
Penelitian kohort (Kaiser) menemukan bahwa orang dengan Body Mass Index (BMI) > 25 merupakan independen faktor untuk terjadinya gagal ginjal. Sedangkan retrospective study di Norway menemukan bahwa resiko terjadinya CKD meningkat bagi pasien prehipertensi dengan BMI > 30. Pada penelitian Evans et al. (2005) di Swedia menunjukkan Body Mass Index (BMI) tidak signifikan meningkatkan resiko terjadinya penyakit ginjal. (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008). Gelber et al. (2005) membuktikan bahwa resiko CKD meningkat seiring peningkatan BMI ditunjukkan pada kelompok laki-laki dengan peningkatan BMI >10% daripada laki-laki dengan BMI normal (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2008).
Lalu, apa sajakah pencegahan yang dapat dilakukan?
Beberapa saran untuk mencegah atau mengurangi perkembangan gagal ginjal:
1)Mencukupi cairan tubuh dengan minum air dalam jumlah yang cukup untuk menjaga angka keluaran urin yang baik hal ini dapat membantu mencegah batu ginjal dan infeksi saluran kemih.
2)Menjaga kebarsihan diri terutama pada saluran kemih agar tidak terjadi penyumbatan atau obstruksi. Perempuan lebih rentan terkena infeksi saluran kemih karena uretra pada perempuan lebih pendek.
3)Kendali pola makan yang baik - hindari asupan garam berlebih dan daging, hindari asupan kalsium yang tinggi dan makanan oksalat untuk pasien penderita batu ginjal.
4)Hindari penyalahgunaan obat obatan, misalnya obat penghilang rasa sakit untuk rematik dan antibiotik.
5)Cegah komplikasi dari penyakit awal, misalnya diabetes melitus, hipertensi, dll. Kadar gula darah dan tekanan darah harus dikendalikan dengan baik.
6)Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Tes urin bisa mendeteksi penyakit ginjal stadium awal. Jika pasien menderita hematuria (darah dalam urin) atau albuminuria (albumin dalam urin), maka pasien harus memeriksakan kesehatannya sesegera mungkin.
7)Lakukan pengobatan terhadap penyakit ginjal, misalnya nefritis, sesegera mungkin.
Kemudian, penanganan apa sajakah yang dapat dilakukan untuk penderita Gagal Ginjal Kronik?
GGK dapat ditangani dengan tiga cara yang bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah kondisi penyakit bertambah buruk akibat sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Pengobatan gagal ginjal kronis meliputi dialisis dan transplantasi ginjal.
Dialisis bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu hemodialisis (cuci darah) dan dialisis peritoneal (cuci darah lewat perut) atau biasa disebut dengan CAPD. CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) diawali dengan pembuatan sebuah lubang kecil di dekat pusar pasien oleh dokter bedah. Lubang kecil ini berguna untuk memasukkan selang (kateter) ke dalam rongga perut (rongga peritoneum). Kateter akan dibiarkan berada di rongga perut agar pasien dapat melakukan proses dialisis sendiri.Hemodialisis sendiri merupakan prosedur yang bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal akibat kerusakan pada organ tersebut. Selama proses cuci darah, darah akan dialirkan oleh mesin dari dalam tubuh pasien melalui saluran steril dan melewati membran dialisis khusus. Melalui membran tersebut, zat-zat sisa metabolisme tubuh akan dibuang dan ditampung di dalam cairan khusus.
Sedangkan transplantasi ginjal atau cangkok ginjal merupakan langkah medis yang dipakai untuk menangani kondisi ginjal yang sudah tidak berfungsi dengan baik atau biasa disebut gagal ginjal. Melalui metode ini, akan dilakukan pembedahan untuk mengganti ginjal yang telah rusak dengan ginjal sehat dari pendonor.
Sumber:
Aisara, S., Azmi, S., & Yanni, M. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 42. https://doi.org/10.25077/jka.v7i1.778
National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari:https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd.
Kidney, C., & Stage, D. (2013). Chronic kidney disease stages 4–5. Oxford Handbook of Renal Nursing, 2(3), 141–164. https://doi.org/10.1093/med/9780199600533.003.0006
Lina, N. (2008). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Jurnal Article.
Mayo Clinic (2019). Peritoneal Dialysis.
National Kidney Foundation. Peritoneal Dialysis: What You Need to Know.
National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari: https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd.
Nunley, K. National Kidney Foundation (2017). Protect The Skin You’re In.
Saputra, R., & Bachtiar, H. (2019). Artikel Penelitian Hubungan Batu Saluran Kemih Bagian Atas dengan Karsinoma Sel Ginjal dan Karsinoma Sel Transisional Pelvis Renalis. 8(Supplement 1), 14–20. https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Chronic-Renal-Failure-Indonesian.pdf?ext=.pdf. Gagal Ginjal Kronis . 2016. SMAR Patien. Diakses pada 28 August 2020.
Kontributor : Kelompok 6 PKK 1
Editor : Titis Nurmalita Dianti (Airlangga Nursing Journalist)