INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Kekerasan Verbal dan Dampaknya Dalam Psikologi

  • By Alina Ramadani
  • In Lihat
  • Posted 11 June 2022

Kekerasan verbal dapat terjadi dimana saja, baik di lingkungan kerja, lingkungan rumah, sesama rekan sejawat, pemimpin dengan staff-staffnya, maupun kedua orangtua terhadap anaknya. Kekerasan verbal tentu bukanlah hal yang dapat dimaklumi dan dinormalisasi dalam kehidupan, sekalipun hal itu bertujuan untuk ‘memperingati’ atau ‘menasihati’ di mata sebagian orang.

Apa Saja Bentuk Kekerasan Verbal?

Kekerasan verbal (Verbal Abuse) adalah setiap ucapan yang ditujukan kepada seseorang yang mungkin dianggap merendahkan, tidak sopan, menghina, mengintimidasi, racist, seksis, homofobik, ageism, atau menghujat. Termasuk membuat pernyataan sarkastik, menggunakan nada suara yang merendahkan atau menggunakan keakraban yang berlebihan dan tidak diinginkan. Selanjutnya, Huraerah (2018), menyebutkan bahwa kekerasan verbal dilakukan dalam bentuk memarahi, memaki, mengomel, dan membentak secara berlebihan, termasuk mengeluarkan kata-kata yang tidak patut diucapkan. (Cahyo et al., 2020).

Beragam Bentuk Kekerasan Verbal dalam Kehidupan

Pelaku kekerasan verbal tentu akan mencari sejuta alasan atau alibi untuk menggeneralisasikan dan tidak mengakui perbuatannya. Bagi senior kepada juniornya, tentu ia akan berdalih bahwa apa yang dia lakukan adalah demi kebaikan juniornya itu sendiri, padahal kenyataannya tidak begitu. Bagi seorang atasan kepada bawahan atau staf nya, hal itu pasti akan ia anggap sebagai teguran dan nasihat agar staf-stafnya dapat meningkatkan kinerja secara optimal. Bagi orangtua yang dominan terhadap anaknya, tentu ia tidak akan mengakui bahwa perbuatannya itu adalah sebuah bentuk tindakan kekerasan verbal. Ia justru akan semakin sering melakukan kekerasan verbal terhadap anak selama anak itu tidak berubah sesuai dengan apa yang ia inginkan. Bukannya introspeksi diri dan memilah dengan logika kepada siapa ia berbicara dan apakah tindakannya melukai perasaan anaknya, orangtua seperti itu malah akan selalu merasa dirinya yang paling benar.

Seburuk Apa Dampak dari Kekerasan Verbal?

Kekerasan verbal menjadi lebih buruk daripada kekerasan fisik karena merupakan bentuk kekerasan psikologis. Kekerasan jenis ini menyerang emosional serta mental anak. Dalam konsep yang lebih luas, kekerasan verbal bahkan bisa dikatakan juga sebagai penganiayaan terhadap anak-anak. Selanjutnya, penganiayaan ini merusak perkembangan diri dan kompetensi sosial anak, serta pola psikis nya (Noh & Talaat, 2012 dalam Cahyo et al., 2020). Dengan sanksi sosial yang lebih besar dan larangan hukum untuk memukul anak, orang tua mungkin lebih sering menggunakan kritik atau induksi rasa bersalah untuk mengontrol atau menghukum anak mereka (Ney, 1987 dalam Cahyo et al., 2020).

Pembelajaran dan Tantangan untuk Generasi Penerus Bangsa

Dapat kita ketahui dari kutipan jurnal – jurnal diatas, bahwa orangtua akan selalu memiliki banyak cara untuk mendominasi anaknya, entah memarahi anaknya dalam posisi benar atau salah entah untuk membuat sang anak menjadi seperti apa yang mereka inginkan.

Perilaku seperti ini memang sulit diubah dan pasti sudah mendarah daging, terlebih lagi untuk orangtua yang lahir di era 1970an. Yang bisa kita lakukan sebagai generasi yang terbarukan dan sudah memiliki pola pikir terbuka adalah kita harus banyak menimba ilmu agar kita dapat menjadi orangtua yang baik di masa depan, sehingga anak-anak kita dan generasi penerus tidak akan turut merasakan perihnya kekerasan verbal. (Raudha, 2022)

Referensi :

http://jurnal.unma.ac.id/index.php/jee/article/view/2418/1961

Oleh : Raudhatushafytra Kuntari

Editor: Rifdayanti M. Amalia

Pin It
Hits 22453

Berita Terbaru