INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Kesehatan Mental Krisis Perilaku Remaja di Masa Pandemi

  • By Salwa Az Zahra
  • In Lihat
  • Posted 14 June 2022

Kata karakter diambil dari bahasa Yunani charassein artinya menggambar dan melukis serta pahatan, dari pengertian tadi ditarik kesimpulan menjadi ciri khas atau pun sebuah tanda (Setiawan, 2021). Yang searah dengan makna karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu akhlak, budi pekerti serta sifat yang menjadi karakteristik spesial pada tiap individu. Menentukan definisi karakter tidak gampang. Tiap orang mengklaim bahwa karakter memberi pemahaman yang berbeda sesuai fokus bidang ilmu masing-masing individu. Kepopuleran kata karakter ditemui pada akhir abad-18, dikatakan bahwa salah satu teori pendidikan normatif yang masih menjadi kajian para ahli. Terlepas asal definisi karakter, di Indonesia regulasi akan pendidikan karakter dibuat dengan tujuan untuk membentuk juga memperkokoh perilaku bangsa, terutama generasi penerus bagi Indonesia.

Upaya pemerintah akan perbaikan karakter bagi remaja tidak ada hentinya melakukan perbaikan dan penambahan. Seperti program penguatan karakter melalui program penguatan karakter yang telah digalakkan sejak 2017 pada siswa agar menanamkan perilaku religius sesuai agama dan kepercayaannya, menguatkan semangat gotong royong, mencintai karya bangsa dan negara, menghargai jasa para pahlawan dengan mempelajari perjuangannya, serta menjadi pribadi yang berintegritas pada Pancasila. Sehingga selalu perlu dijadikan kurikulum pendidikan bagi pelajar.

Remaja yang memiliki emosi tidak stabil, tidak akan menerima informasi jika dilampiaskan dengan bentuk nasehat atau ceramah belaka (Alih et al., 2021). Saat berada di usia remaja, kondisi mental seseorang berada dalam fase yang sangat tidak stabil dibandingkan dengan fase anak- anak ataupun dewasa. Pada masa ini remaja cenderung untuk melakukan tindakan-tindakan yang merujuk pada pencarian identitas.

Tindakan tersebut disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Memiliki kepribadian yang lemah

    Remaja pada masa ini masih berada pada kondisi yang belum sempurna sehingga tak ayal dibutuhkan suatu manifestasi yang dapat mendukung proses yang              dapat membentuk proses ini. Keadaan inilah yang membuat kepribadian remaja lemah, dikarenakan tidak adanya pondasi kepribadian kuat yang dimiliki remaja.

2. Lingkungan yang menuntut keadaan sempurna dimiliki oleh remaja

    Lingkungan juga berpengaruh terhadap hal ini, remaja seringkali tidak merasa percaya diri akibat dari keadaan mereka berbeda dari teman-teman sepantarannya,      atau sebuah standar semu yang ditetapkan oleh gaya hidup di lingkungan remaja tersebut. Contoh: pakaian hypebeast, atau hal lain yang mendorong kenakalan        remaja.

3. Orang tua yang menekan remaja

   Umumnya orang tua menekan pola perilaku anak sesuai dengan keinginannya. Entah itu dengan memberikan petunjuk, nasihat, dan saran-saran atau bahkan             dengan cara yang lebih keras seperti kekerasan verbal ataupun fisik. Hal ini justru membuat reaksi perlawanan secara langsung atau tidak langsung dari remaja itu     sendiri yang timbul akibat dari naluri untuk mempertahankan diri. Hal ini juga mendorong anak untuk semakin yakin bahwa melawan orang tua adalah perbuatan       yang dibenarkan.

4. Sedikitnya pengetahuan mengenai tanah air sendiri

   Kurangnya pendidikan serta informasi mengenai tanah air sendiri, media massa malah lebih asyik memasukan informasi dari berbagai macam dunia mengenai             gaya hidup ataupun berita secara umum. Kemudian memberikan berita buruk mengenai tanah air kita, seperti kasus korupsi dan kriminal lainnya. Sehingga               menimbulkan rasa bahwa kita negara yang tidak pernah terbebas dari masalah oleh para remaja. Hal ini diperparah dengan arus globalisasi yang tidak bisa kita           kendalikan membuat wawasan nusantara para remaja semakin sedikit dan tertutupi oleh derasnya budaya luar (Rafi and Mewar, 2021).

Proses pembentukan suatu karakter didapat ketika seseorang melakukan kebiasaan yang sifatnya buruk atau tidak baik. Rasa malu tadi secara tidak sadar talah mempengaruhi alam bawah sadar seorang remaja yang sedang tumbuh. Selanjutnya mereka akan menghindari melakukan perilaku tercela sebagai hasilnya. Hasil tadi tidak bisa didapatkan dengan waktu yang singkat. Perlu proses panjang yang telah menjadi sebuah kebiasaan melakukan tindakan atau perilaku yang tidak menyimpang sikap jujur, berani, tanggung jawab.

Untuk mengatasi dilema mengenai kerusakan perilaku dan moral remaja selama pandemi ini, maka ada beberapa solusi untuk menanggapi persoalan tersebut ialah sebagai berikut:

  1. Semenjak dini memberikan ajaran pendidikan karakter
  2. Pandai dalam memilih kawan serta lingkungan yang baik, karena kedua hal termasuk ke dalam agen sosialisasi sekunder.
  3. Memakai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) untuk kegiatan yang positif.
  4. Belajar memperbanyak wawasan serta pengetahuan pada ilmu pengetahuan serta kehidupan sosial.
  5. Mempertinggi ketakwaan dalam diri sesuai agama masing-masing.
  6. Mengikuti sosialisasi pembelajaran moral dan menumbuhkan karakter kreatif yang diadakan dari pamflet digital.
  7. Fokus mengupgrade skill diri sendiri, menambah self value dan mempelajari softskill di masa muda. 

Referensi:

Alih, G. et al. (2021) ‘GAMBARAN IDENTITAS DIRI, KESEHATAN MENTAL DAN RESILIENSI REMAJA PADA PANDEMI COVID-19 DI SMA PLUS PGRI CIRANJANG’.

Rafi, M. and Mewar, A. (2021) ‘KRISIS MORALITAS PADA REMAJA DI TENGAH PANDEMI COVID-19’, Perspektif, 1(2), pp. 132–142. doi: 10.53947/PERSPEKT.V1I2.47.

Setiawan, A. (2021) ‘Pendidikan Karakter pada Peserta Didik di Masa Pandemi Covid-19 Berbasis Keluarga’, Jurnal Ilmiah Mandala Education, 7(1). Available at: http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/article/view/1795 (Accessed: 12 June 2022).

Penulis: Galuh Shalwa Rojabi (Airlangga Nursing Journalist)
Editor: Lailatul Yusnida (Airlangga Nursing Journalist)

 

Pin It
Hits 840

Berita Terbaru