INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Pengembangan Instrumen Asuhan Keperawatan Berbasis SDKI SLKI SIKI Pada Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir

  • By USI_FKp
  • In Lihat
  • Posted 14 July 2022

Gagal ginjal kronis merupakan kondisi klinis yang prevalensi kejadiannya meningkat setiap hari di seluruh dunia (Li et al., 2020). Pasien penyakit ginjal tahap akhir meningkat secara signifikan dilakukan rawat inap dibandingkan pada tahap awal gagal ginjal kronis (Fishbane et al., 2017). Menurut KDIGO, (2021) penyakit ginjal tahap akhir terjadi apabila GFR < 15 mL/min/1,73m2 dan masuk kategori "gagal ginjal". Penderita gagal ginjal tahap akhir seringkali disertai dengan penyakit penyulit seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus, gangguan mineral dan tulang, hiperurisemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia, hipoalbuminemia, dan anemia (Lappin, 2022). Kualitas asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebuah studi kualitatif di Yunani menyatakan bahwa pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir sangat berharap perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan meliputi perawatan fisik, dukungan psikologis, dan edukasi (Stavropoulou et al., 2017).
Instrumen dokumentasi asuhan keperawatan yang sesuai standar penting digunakan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pasien penyakit ginjal tahap akhir. Namun hingga saat ini belum terdapat instrumen asuhan keperawatan yang khusus digunakan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Instrumen dokumentasi asuhan keperawatan di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan sudah berbentuk checklist dan menggunakan SDKI SLKI SIKI. Berdasarkan hasil wawancara dengan sub komite mutu keperawatan RSUD Bangil Pasuruan menyatakan bahwa rumah sakit belum memiliki Panduan Asuhan Keperawatan (PAK) penyakit ginjal tahap akhir. Peneliti berencana untuk melakukan penyempurnaan instrumen untuk meningkatkan kualitas hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian penting dalam proses asuhan keperawatan. Faktor yang dapat menyebabkan masalah dalam pendokumentasian keperawatan diantaranya kekurangan material dan tidak tersedianya program in-service training untuk memberdayakan perawat dalam proses keperawatan (Mutshatshi and Mothiba, 2020). Sebuah penelitian yang dilakukan di rumah sakit umum wilayah Tigray, Ethiopia menunjukkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan praktik yang dilakukan belum memadai sebesar 47,8% (Tasew, Mariye and Teklay, 2019). Sebuah studi yang dilakukan di rumah sakit swasta di Jawa Timur menyatakan bahwa ketepatan asuhan keperawatan berdasarkan standar PPNI sebagian besar sedang sebesar 69%, dengan rencana keperawatan 59% memadai, 66% implementasi keperawatan memadai dan 60% evaluasi asuhan keperawatan dan 62% dokumentasi asuhan keperawatan. Standar penerapan akurasi pada proses keperawatan adalah 100%.
Faktor yang dapat mempengaruhi masalah dalam pendokumentasian asuhan keperawatan diantaranya ketidakcukupan lembar pendokumentasian, ketidakcukupan waktu, dan tidak sesuai dengan standar operasional dokumentasi keperawatan (Tasew, Mariye and Teklay, 2019). Di Indonesia sendiri masih banyak rumah sakit yang belum melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai standar khususnya standar yang ditetapkan oleh PPNI. Pada praktik penulisan dokumentasi keperawatan yang buruk dapat menyebabkan masalah besar dalam hal evaluasi perawatan pasien serta dapat menimbulkan miskomunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya. Dokumentasi yang tidak efektif berpotensi berpengaruh terhadap keselamatan pasien. Dokumentasi keperawatan yang buruk dapat menyebabkan pasien, staf, serta organisasi berisiko menerima kerugian fisik dan hukum yang cukup besar (Tamir, Geda and Mengistie, 2021). Perawat berperan penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir. Perawat harus menggunakan proses keperawatan dan mempertimbangkan respon dari setiap pasien penyakit ginjal tahap akhir dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk menentukan elemen praktik dan didokumentasikan menurut standar bahasa keperawatan (Mercês et al., 2021). Sebuah studi menyatakan perlunya instrumen dokumentasi keperawatan yang tepat digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Penyediaan dokumentasi perawatan kesehatan yang memadai terkait dengan masalah kesehatan fisik dan mental pasien sangat penting untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan keselamatan pada pasien (Bjerkan, Valderaune and Olsen, 2021).
Solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan penyakit ginjal tahap akhir yaitu dengan melakukan pengembangan instrumen. Instrumen dilakukan penyempurnaan agar lengkap dan mudah diaplikasikan oleh perawat. Pengembangan instrumen asuhan keperawatan berbasis SDKI SLKI dan SIKI pada pasien penyakit ginjal tahap akhir belum pernah dilakukan sebelumnya. Dasar penggunaan SDKI SLKI dan SIKI yaitu merujuk pada UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 28 yang berbunyi Praktik Keperawatan harus didasari pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional, maka perawat di Indonesia diharapkan dapat menggunakan standar bahasa keperawatan yang telah disusun oleh PPNI (UU No 38, 2014).
Pengembangan instrumen dilakukan dengan menggunakan metode Research and Development yang mana terdapat 2 tahapan. Tahap pertama yaitu evaluasi instrumen yang saat ini tersedia, selanjutnya melakukan pengembangan instrumen berdasarkan evidence based practice, konsultasi pakar, dan FGD 1 bersama dengan Kepala bidang keperawatan, Sub Komite Mutu Keperawatan, Kepala Ruang, Ketua Tim, dan sejumlah 5 perwakilan perawat associate di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan yang bersedia menjadi responden. Apabila sudah dilakukan pengembangan instrumen tahapan selanjutnya yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Validitas instrumen yaitu untuk menilai keandalan pengembangan instrumen asuhan keperawatan berbasis SDKI, SLKI, dan SIKI dalam pengumpulan data dilihat dari hasil pelaksanaan proses keperawatan. Reliabilitas instrumen yaitu mengukur kesamaan pengukuran atau pengamatan melalui pengembangan instrumen asuhan keperawatan berbasis SDKI, SLKI, dan SIKI bila diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Apabila instrumen sudah dinyatakan valid dan reliabel, tahap selanjutnya adalah melakukan rekomendasi hasil pengembangan instrumen asuhan keperawatan berbasis SDKI, SLKI, dan SIKI melalui FGD 2. Rekomendasi hasil ini menginformasikan tentang hasil pengembangan instrumen asuhan keperawatan pasien penyakit ginjal tahap akhir berbasis SDKI, SLKI, dan SIKI terkait dengan efisiensi instrumen asuhan keperawatan serta kemudahan dalam pengisian asuhan keperawatan.
Penulis : Nauvila Fitrotul 'Aini, Mahasiswa Prodi Magister Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (pengembangan instrumen asuhan keperawatan berbasis SDKI SLKI SIKI pada pasien penyakit ginjal tahap akhir).

Pin It
Hits 1175

Berita Terbaru