INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Ketika Jatuh Cinta

  • By Rosita
  • In Lihat
  • Posted 11 August 2022

Itulah sebagian rasa dari cinta. Cinta itu kompleks, dia membingungkan. Tidak ada wujudnya tapi bisa sangat membahagiakan, tidak tampak tetapi sangat menyakitkan.

Namun, pernahkah kita membayangkan sebetulnya apa yang terjadi pada tubuh kita saat sedang jatuh cinta? Apa otak kita lah yang menentukan pada siapa kita jatuh cinta?

Cinta dapat diterjemahkan sebagai suatu perasaan yang kuat dari rasa kasih sayang atau perasaan suka terhadap seseorang atau benda, gairah seksual atau hubungan seksual secara umum, sehingga dapat dikatakan bahwa cinta merupakan emosi yang berasosiasi dengan aktivitas sosial atau keinginan dan hasrat serta partisipasi keterlibatan individual di dalamnya.

Munculnya perasaan cinta dipicu terutama oleh masukan visual walaupun faktor lain yang juga berperan. Beberapa studi menunjukkan bahwa, pada saat kita melihat wajah seseorang yang kita cintai dengan hasrat mendalam, sejumlah area di otak akan teraktivasi. Area yang terdapat di korteks serebri dan subkortikal tersebut merupakan area otak yang terkait emosi.

 

Mengapa wajah seseorang yang kita cintai terlihat sangat menarik?

Ternyata otak menghasilkan hormon katekolamin, dopamin, norepinefrin, feniletilamin, dan serotonin sebagai responnya dalam menerima stimulus gairah cinta dan euforia yang tidak tertahankan. Kemunculan hormon–hormon ini akan mempengaruhi tingkah laku emosional yang berhubungan dengan gairah instingtual dan suasana perasaan, yang pada akhirnya membuat kita merasa senang, insomnia (tidak bisa tidur), dan sangat bergairah.

Ketika seseorang sedang dalam masa PDKT (pendekatan), otak akan menghasilkan hormon oksitosin dan vasopresin dari hipotalamus, disimpan dalam kelenjar pituitary kemudian akan dilepaskan dan didistribusikan dalam darah. Keberadaan kedua hormon ini akan mempengaruhi perilaku sosial yakni keagresifan. Konsentrasi oksitosin dan vasopresin dapat meningkat bergantung pada intensitas cinta yang dirasakan oleh setiap individu.

Itulah gambaran secara umum dan sederhana tentang bagaimana cinta ‘merasuki’ setiap pikiran manusia. Dengan mengetahui bahwa mekanisme cinta tak lain dan tak bukan adalah respon otak, semoga kita dapat lebih bijak dan lebih rasional dalam merasakan cinta dan tidak dibutakan olehnya.

 

Referensi:

Lina Kamelia, Oka Adnyana, ‘Cinta Dalam Perspektif Neurobiologi’, Jurnal Neurona Vol. 30 No. 1 Desember 2012, Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

 

Penulis: Raudhatushafytra Kuntari (Airlangga Nursing Journalist)
Editor: Salwa Az Zahra (Airlangga Nursing Journalist)

Pin It
Hits 661

Berita Terbaru