INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

RELAKAH KITA MELUKAI KELUARGA DENGAN MEROKOK?

  • By USI_FKp
  • In Lihat
  • Posted 22 December 2022

Kontroversi soal merokok, mungkin tidak akan pernah habis. Kelompok penentang giat mengampanyekan dampak buruknya bagi kesehatan, baik bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang lain atau lingkungan yang terpapar dengan asapnya. Berikut besaran biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk perawatan selama sakit. Sedangkan kelompok pendukung tidak kalah garang meyakinkan keuntungan lain, khususnya mendatangkan penghasilan yang besar bagi masyarakat dan negara. Manakah yang benar?
Sulit rasanya menetapkan siapa yang paling benar. Masing-masing kelompok memiliki argumentasi yang begitu meyakinkan. Buktinya, negera kita dilema memutuskan pilihan terbaiknya. Negara kita termasuk salah satu yang belum ikut meratifikasi kesepakatan dunia yang dinamai The WHO Framework Convention on Tobacco Control. FCTC itu berisi kesepakatan tentang kontrol penggunaan tembakau agar tidak menimbulkan bahaya bagi banyak orang. Penggunaannya perlu dibatasi agar tidak merugikan bagi orang lain yang tidak ikut menggunakannya. Kita memang telah memiliki aturan tersendiri yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 yang mengatur tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Di pihak lain, kelompok pro rokok tidak mau kalah memperjuangkan landasan hukum yang melindungi mereka. Itulah kenapa ada usulan RUU Pertembakauan yang disinyalir didukung oleh perusahaan rokok multinasional karena isinya lebih menguntungkan pihak mereka. Tulisan ini lebih menekankan efek merokok bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Perokok Bertumbuh Subur
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mengeluarkan laporan Statistik Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2021. Dalam laporan persentase penduduk yang merokok baik di perkotaan maupun di perdesaan mengalami peningkatan dari tahun 2020 ke 2021.
Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk Jawa Timur yang merokok setiap hari dalam seminggu di tahun 2021 adalah 77,54 batang. Sementara rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk Jawa Timur yang merokok tetapi tidak setiap hari adalah 31,32 batang per minggu. “Sehingga secara umum, baik penduduk yang merokok setiap hari maupun tidak setiap hari, rata- rata batang rokok yang dihisap adalah 76,44 batang per minggu, atau sekitar 5 bungkus per minggu dengan isi rata-rata 15 batang per bungkus,” mengutip laporan BPS.
Kebiasaan merokok setiap hari ini banyak dilakukan oleh penduduk pada kelompok umur 20 – 60 tahun. Proporsi terbesar penduduk Jawa Timur yang memiliki perilaku merokok setiap hari dalam 1 bulan terakhir terdapat pada penduduk kelompok umur 35-39 tahun, dengan persentase sebesar 34,50 persen. Perilaku merokok memang menjadi suatu kebiasaan yang umum dilakukan penduduk pada usia-usia produktif.
Kemudian terdapat 0,34 persen penduduk kelompok umur 10-14 tahun dan jumlahnya menjadi lebih besar pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu 11,41 persen. Jumlah ini cukup memprihatinkan, penduduk pada kelompok usia sekolah ini seharusnya dapat dihindarkan dari perilaku merokok apalagi jika itu dilakukan setiap hari, karena merokok berbahaya bagi kesehatan.
Merokok, Kesehatan dan Ekonomi
Dari sekian banyak ulasan tentang produk tembakau khususnya rokok, selalu dihubungan dengan dua hal, yaitu kesehatan dan ekonomi. Bukan rahasia lagi merokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahkan peringatannya saat ini sudah disertai dengan gambar penyakit yang menyeramkan pada bungkus rokok maupun media reklamenya. Merokok terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker, termasuk kanker lambung (Peleterio, dkk.,2015); menyebabkan gangguan seksualitas (Wen, dkk.,2017); menyebabkan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) dan penyakit non-kardiovaskuler (Abhari,dkk.,2017); dan masih banyak temuan hasil penelitian lainnya.
Khusus untuk masalah kardiovaskuler, dalam perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2018 menjadi perhatian khusus yang dihubungkan dengan merokok. Tema yang diusung WHO tahun ini adalah: “Tobacco Breaks Heart,” yang menyoroti dampak rokok terhadap jantung dan pembuluh darah. Sebagai bentuk dukungan, Indonesia yang diwakili Kementerian Kesehatan menetapkan tema nasional, “Rokok Penyebab Sakit Jantung dan Melukai Hati Keluarga.”
WHO (2018) melansir beberapa fakta terkait merokok dan hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler. Merokok dan paparan terhadap asap rokok berkontribusi sekitar 12% dari semua kematian akibat penyakit jantung. Merokok merupakan penyebab utama kedua seteah tekanan darah tinggi. Epidemi akibat merokok di seluruh dunia telah membunuh lebih dari 7 juta orang setiap tahun, di mana hampir 900.000 orang yang bukan perokok ikut mendapatkan dampaknya hanya karena terpapar dengan asap rokok (perokok pasif). Lebih lanjut WHO menambahkan bahwa, 80% dari lebih dari 1 milian perokok di seluruh dunia, mereka hidup di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ciri negara seperti itu, salah satunya kita di Indonesia.
Tema nasioanal Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) ini sangat baik bila kita renungkan bersama. Misalnya saja, kita merupakan kepala keluarga yang merokok. Sudah pasti kita berisiko mengidap penyakit jantung dan pembuluh darah. Kalau kita saja yang sakit, mungkin tidak begitu bermasalah, karena kita yang berbuat, kita juga yang mendapat akibatnya. Tapi, bagaimana bila anak atau istri kita yang sakit akibat asap rokok yang terhirup dari kita? Apakah itu sebuah perbuatan yang baik? Menurut penulis, itulah tindakan yang melukai hati keluarga. Ditambah lagi bila kita hanya mementing beli rokok dari pada kebutuhan pokok lainnya. Itu pasti semakin melukai hati keluarga.
Tema nasional kali ini sangat kontempaltif. Merokok tidak hanya merusaki diri sendiri (penyakit jantung), tapi juga melukai hati keluarga (anak-istri bisa ikutan sakit atau kebutuhan mereka tidak terpenuhi lantaran lebih mementingkan rokok). Bagaimana, relakah kita melukai hati keluarga?
Berhenti merokok adalah keputusan terbaik. Memang, bila kiat lebih banyak mendengar argumen dari kelompok pro-rokok, kita mungkin akan kesulitan berhenti. Bahkan kita makin ketagihan. Semakin ketagihan, kita semakin mencari cara untuk membenarkan argumen, bahwa merokok itu baik-baik saja.

Pin It
Hits 375

Berita Terbaru