Jembatan Edukasi Kesehatan di Tengah Gelombang Informasi

  • By Alina Ramadani
  • In Lihat
  • Posted 01 July 2025

NERS NEWS - Di zaman ketika informasi bisa menyebar lebih cepat daripada penyakit itu sendiri, masyarakat menghadapi tantangan besar: bagaimana memilah mana informasi kesehatan yang benar, dan mana yang hanya mitos atau bahkan hoaks berbahaya. Isu seperti “vaksin menyebabkan kemandulan”, “air kelapa bisa menyembuhkan semua penyakit”, atau “antibiotik adalah obat segala jenis penyakit”, masih sering dipercaya sebagian kalangan. Dalam situasi ini, literasi kesehatan menjadi kebutuhan mendesak dan bukan sekadar kemampuan membaca istilah medis, tetapi memahami dan bertindak berdasarkan informasi yang benar.

Di tengah arus informasi yang membanjiri ruang digital, perawat memiliki peran strategis sebagai penyambung antara dunia medis dan masyarakat. Setiap hari mereka berinteraksi langsung dengan pasien dari berbagai latar belakang sosial dan pendidikan. Pengalaman ini membuat perawat memahami betul bagaimana menyampaikan informasi kesehatan secara membumi dan dapat dipahami khalayak luas.

Inilah mengapa tulisan perawat sangat berharga. Ini bukan sekadar kumpulan fakta medis, tetapi jembatan komunikasi yang menyentuh sisi manusia. Melalui tulisan, perawat dapat menjelaskan hal-hal penting secara sederhana, misalnya, mengapa mencuci tangan itu penting, bagaimana cara membaca label obat dengan benar, hingga apa yang harus dilakukan saat mengalami gejala tertentu. Dengan pendekatan ini, edukasi kesehatan bias hadir di mana saja, seperti artikel di media lokal, unggahan informatif di Instagram dan TikTok, cerita di blog pribadi, atau bahkan lembaran edukatif di ruang tunggu puskesmas.

Belakangan ini, semakin banyak perawat muda yang menggunakan media sosial sebagai sarana edukasi kesehatan. Mereka menulis dengan gaya ringan, diselipi humor, tapi tetap mengandung substansi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini menjadi pendekatan yang efektif untuk menjangkau generasi muda tanpa menggurui, namun tetap menggugah kesadaran.

Lebih dari itu, tulisan perawat juga dapat menjadi ruang refleksi. Banyak perawat menuliskan kisah di balik layar, seperti bagaimana rasanya berada di garis depan saat pandemi, bagaimana mereka menyaksikan keluarga yang kehilangan orang terkasih karena terlambat mendapat penanganan akibat percaya pada informasi palsu, atau bagaimana perjuangan pasien dalam proses penyembuhan. Tulisan-tulisan seperti ini tidak hanya informatif, tapi juga menggugah empati pembaca dan membuka mata bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama.

Namun, pertanyaannya bukan sekadar kapan tulisan itu dibutuhkan, karena kenyataannya, kita selalu membutuhkan edukasi yang benar tentang kesehatan. Yang lebih penting adalah bagaimana tulisan itu disampaikan. Di sinilah seni komunikasi seorang perawat diuji. Menulis bukan hanya menyusun kata, tetapi juga merangkai rasa. Tulisan yang mengandung empati, mampu menjangkau sisi emosional, dan memahami kondisi psikologis pembaca, mampu menumbuhkan kepercayaan dan menggerakkan perubahan.

Tulisan perawat memiliki kekuatan besar, karena lahir dari pengalaman nyata di garis depan layanan kesehatan. Mereka tidak hanya menyampaikan informasi medis, tetapi juga suara kemanusiaan tentang harapan, pilihan, dan ketulusan dalam merawat sesama. Karena itu, masyarakat lebih mudah percaya dan menerima apa yang mereka sampaikan.

Di era banjir informasi seperti sekarang, tulisan perawat adalah suara jujur, sederhana, dan menyelamatkan. Ketika perawat menuliskan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam bentuk yang dapat dinikmati masyarakat luas, yang sedang dibangun bukan hanya kesadaran, tapi juga peradaban.

 

Penulis: Dea Yuana, Aprilia Anggi, Nandyta Putri, Aulia Cantikasari, Clara Dhita, dan Ahmad Haryan
Editor : Alina Ramadani (Airlangga Nursing Journalist)

Pin It
Hits 123