INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Memilih Agen Anti Nyamuk yang Baik untuk Menangkal DBD

  • By
  • In Lihat
  • Posted 27 December 2019
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 734

Setiap kali musim hujan, selain siaga terhadap berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor, ada satu wabah yang acap kali mengganggu pikiran kita, yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). Sebagai negara berikilim tropis, kita di Indonesia menjadi daerah endemis penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti itu. Saatnya kita waspada lagi, sebisa mungkin mencari jalan untuk menghindari gigitan nyamuk yang menyebarakn virus dengue tersebut.

Laporan mengenai angka kesakitan maupun kematian akibat DBD ini sangat mengkhawatirkan, sebab hampir terjadi tiap tahun dengan jumlah yang fantatis. Sebuah studi yang dilakukan di 5 negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) selama 3 dekade terakhir (1980-2010), menunjukkan Indonesia termasuk negara dengan jumlah insiden tertinggi ketiga setelah Filipina dan Malaysia, dan menempati urutan kedua bila ditinjau dari jumlah kematian akibat DBD (Wartel et al., 2017).

Kejadian tahun lalu (akhir tahun 2018 hingga akhir Januari 2019) juga menunjukkan tren yang hampir sama. Beberapa daerah di Indonesia mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait DBD. Daerah Jawa Timur, kembali menjadi wilayah dengan jumlah pederita terbanyak dari seluruh Indonesia. Ditemukan ada 2.657 kasus dengan jumlah terbanyak berada di daerah Kabupaten Kediri. Laporan Kemenkes RI yang disampaikan per tanggal 29 Januari 2019 itu juga menempatkan Provinsi Jatim sebagai sebagai wilayah dengan jumlah kematian tertinggi (Kompas.com, 2019).

Lalu, apakah kali ini (akhir 2019 hingga awal 2020) akan terjadi lagi hal yang sama? Jawaban dari pertanyaan tersebut sangat bergantung dari kita semua, termasuk pemerintah yang bertanggungjawab dengan pelayanan kesehatan, serta masyarakat umum sebagai elemen pendukungnya. Bila kita tidak belajar apa-apa dari pengalaman sebelumnya, bisa saja kita akan jatuh lagi ke lubang yang sama.

Tangkal dengan Agen Anti Nyamuk

Terdapat beragam metode yang bisa dipakai untuk mencegah terjadinya DBD. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, metode tersebut bisa dipakai semua, supaya efeknya bisa saling melengkapi. Seperti yang telah kita ketahui dan disebutkan sebelumnya, virus dengue yang menjadi pemicu DBD itu disebarkan oleh vektor nyamuk Aedes Aegypti, maka upaya pengedalian populasi maupun upaya menghindari gigitan nyamuk menjadi sangat penting.

Secara umum, Kemenkes RI dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 374 tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor, telah menggolongkan 3 metode utama pengedalian vektor. Ketiga metode tersebut, terdiri dari: Metode pengendalian fisik dan mekanis (tindakan 3 M, pemasangan kelambu, pakai baju lengan panjang, pemasangan kawat kassa, dll); Metode pengendalian dengan agen biotik (predator pemakan jentik, bakteri, virus, fungi, dll); dan Metode pengendalian secara kimia (kelambu berinsektisida, larvasida, fogging, insektisida rumah tangga, dll) (KemenkesRI, 2012).

Pada tulisan ini, kita akan fokus membahas khusus informasi yang harus diketahui sebelum memilih insektisida rumah tangga, khususnya penggunaan agen anti atau penolak nyamuk (repellan).

Setiap hari, lewat berbagai media kita dihadapkan dengan berbagai pilihan agen anti nyamuk. Setiap perusahaan atau merek dagang agen anti nyamuk bersaing ketat dengan perangkat audiovisual, seolah-olah semuanya paling bagus. Apakah itu sekadar ilusi semata untuk mengejar profit sebesar-besarnya? Kalau pun itu benar adanya, manakah yang paling bagus dan amak untuk kita digunakan?

Sebuah studi yang dilakukan Lo, Mok, & Yu Pui Ming (2018) di Hong Kong, -mereka meneliti zat aktif dari setiap produk anti nyamuk yang jual di bebas pasaran- bisa dijadikan sebagai rujukan bagi kita juga dalam menentukan agen anti nyamuk mana yang sebaiknya digunakan. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi beberapa komponen aktif yang paling umum ada pada produk anti nyamuk, seperti ringkasan pembahasan berikut ini.

Pertama,  produk yang mengandung DEET (N-dietil-m-toluamide), merupakan bahan aktif paling efektif yang tersedia sejak 1940-an dan dianggap sebagai penolak serangga standar emas oleh Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO). Penggunaan kosentrasi DEET yang dianjurkan itu berkisar antara 20% dan 35%. Bila terlalu rendah, bisa memengarui kemanjuran dan durasi efektivitasnya. Sedangkan bila berlebihan, bisa menimbulkan efek kejang.

Kedua, agen yang mengandung Picaridin sebagai alternatif dari DEET. Keuntungannya, bshsn ini tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, tanpa bau menyengat dan ramah plastik. Selain itu, Picaridin yang bekerja efektif dengan konsentrasi 20% menguap lebih lambat dari dari kulit sehingga sekali pakai bertahan lumayan lama. Picaridin tidak membawa masalah neurotoksisitas, sehingga aman digunakan untuk anak-anak, ibu hamil, dan wanita menyusui.

Ketiga, zat aktif PMD (p-menthane-3,8-diol) atau minyak lemon eucalyptus, dengan konsentrasi 30% bisa memberikan durasi perlindungan yang sebanding dengan penggunaan DEET dan pikaridin dosis rendah (5% -10%). Produk PMD tidak boleh disamakan dengan formulasi minyak atsiri berbasis kayu putih, yang umumnya tidak efektif untuk perlindungan jangka panjang terhadap gigitan nyamuk. Produk ini juga tidak disarankan untuk anak di bawah usia 3 tahun.

Keempat, Ethyl Butylacetylaminopropionate (IR3535), telah dibuktikan sama efektifnya dengan DEET terhadap pengusir nyamuk, dengan durasi perlindungan yang lebih lama. Penelitian menunjukkan 20% IR3535 menawarkan perlindungan lengkap terhadap nyamuk Aedes dan Culex selama 7-10 jam, tetapi hanya 3,8 jam perlindungan terhadap Anopheles dalam beberapa penelitian lain.

Kelima, produk yang mempunyai zat aktif minyak alami (ekstrak botani) tidak terdaftar, seringkali bukan pilihan terbaik karena bisa mengandung alergen yang menyebabkan alergi kulit / dermatitis di hadapan sinar matahari. Selain itu, durasi efektifitasnya relatif lebih pendek dari DEET, picaridin dan PMD, sehingga perlu dipakai berulang-ulang.

Keenam, produk yang mengandung zat aktif penolak serangga (nyamuk) sekaligus  tabir surya untuk aktivitas di luar ruangan. Secara umum, direkomendasikan untuk menggunakan tabir surya terlebih dahulu dan biarkan mengering, setelah itu diikuti dengan penggunaan agen penolak nyamuk.

Itulah beberapa rekomendasi yang bisa kita pertimbangkan sebelum membeli produk anti nyamuk yang dijual bebas di pasaran. Hasil penelitian memberi implikasi buat kita semua untuk memperhatikan zat aktif yang terkandung pada setiap produk yang ditawarkan dengan metode iklan yang bombastis. Perhatikan isinya, dan pastikan kita telah memilih sesuai dengan yang kita butuhkan.

 

Oleh: Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns

(Perawat Kesehatan Komunitas FKp Unair)

 

Daftar Pustaka

KemenkesRI. (2012). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :374/MENKES/PER/III/2010. Retrieved December 27, 2019, from KemenkesRI website: http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-374-menkes-per-iii-2010-tentang-pengendalian-vector.pdf

Kompas.com. (2019). 10 Provinsi dengan Kasus DBD Tertinggi, Jawa Timur Peringkat Satu. Retrieved December 27, 2019, from Kompas.com website: https://regional.kompas.com/read/2019/01/31/10045151/10-provinsi-dengan-kasus-dbd-tertinggi-jawa-timur-peringkat-satu

Lo, W. L., Mok, K. L., & Yu Pui Ming, S. D. (2018). Which insect repellents should we choose? Implications from results of local market survey and review of current guidelines. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. https://doi.org/10.1177/1024907918773630

Wartel, T. A., Prayitno, A., Hadinegoro, S. R. S., Capeding, M. R., Thisyakorn, U., Tran, N. H., … Taurel, A. F. (2017). Three Decades of Dengue Surveillance in Five Highly Endemic South East Asian Countries: A Descriptive Review. Asia-Pacific Journal of Public Health, 29(1), 7–16. https://doi.org/10.1177/1010539516675701

 

 

Pin It
Hits 1394

Berita Terbaru