INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Ketika Virus Corona Baru Kalah Viral dengan Kabar Hoaks

  • By
  • In Lihat
  • Posted 05 February 2020
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 734

Hal yang tidak kalah viral selain serangan Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau Virus Corona Baru 2018 yang mulai terdeteksi sejak 31 Desember 2019 lalu adalah kabar hoaks alias berita bohong yang menyertainya.

Berdasarkan laporan terkini (ke-13) yang dirilis kemarin hari Minggu (02/02/2020) oleh WHO, telah terdata jumlah penderita yang terinfeksi 2019-nCoV secara global mencapai 14.557 orang. Sebagian besar penderitanya berada di China, sedangkan penderita yang sudah berpindah atau terdeteksi ketika sudah berada di wilayah negara lain sebanyak 146 orang. Dilaporkan juga jumlah kematian akibat virus tersebut telah mencapai 304 orang di China dan 1 orang di Filipina.

Sejauh ini, Indonesia belum melaporkan ada yang positif terinfeksi. Berbagai upaya pencegahan terus dilakukan, termasuk kemarin memulangkan 238 WNI yang tinggal di Wuhan-China. Saat ini mereka dilaporkan dalam kondisi sehat, namun untuk mencegah hal buruk yang mungkin saja terjadi, --bersama tim penjemput—mereka dikarantina selama 2 minggu di Natuna (Jawapos.com, 2020).

Sementara itu, laporan tentang kabar hoaks berkaitan dengan Virus Corona Baru 2019 itu juga terus meningkat dari waktu ke waktu. Setiap kabar angin itu berhembus, selalu viral di berbagai jenis media sosial. Tidak berlebihan bila kita mengklaim bahwa berita hoaks itu malah lebih viral dari virus Corona itu sendiri.

Mengenai hoaks dan bagaimana warganet menyebarluaskannya barangkali sudah bukan sesuatu yang mengejutkan lagi bagi kita di Indonesia. Jauh sebelum kemunculan Virus Corona Baru 2019 ini, kabar hoaks menjadi santapan sehari-hari pengguna media sosial.

Berdasarkan survei MASTELL dalam Kemenko PMK-RI (2017), disebutkan kalau hoaks bidang kesehatan menempati urutan kedua setelah hoaks bidang politik, dengan persentase mencapai 41,2%. Artinya, hoaks seputar masalah kesehatan menjadi salah satu yang paling viral di media sosial.

Khusus untuk masalah Virus Corona Baru 2019, laporan terakhir pada 30 Januari 2020 dari Menkominfo menyebutkan sudah terdata ada 36 laporan tentang berita hoaks dan disinformasi (penyampaian informasi yang salah dengan sengaja dan membingungkan orang lain) yang berhasil terdeteksi dari berbagai media di Indonesia (Vivanews.com, 2020).

Tidak hanya di Indonesia, tren berita hoaks tentang virus corona juga terjadi di berbagai negara lain. Karena itulah, saat ini WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), --selain melaporkan situsiasi terkini sebaran virus—mereka juga mulai menanggapi berbagai mitos dan rumor yang beredar dengan mengaktifkan berbagai media sosial seperti Weibo, Twitter, Facebook, Instagram, LinkedIn, Pinterest dan situs website (alamat/tautan medsos tersebut akan dilampirkan di bagian “Daftar Bacaan” tulisan ini) (WHO, 2020).

Melihat Hoaks Bekerja

Masih ingat kasus Saracen? Mereka adalah sekelompok orang yang berbisnis dengan menciptakan dan menyebarkan konten hoaks sesuai pesanan klien. Penghasilan mereka berkisar antara 74-100 juta. Masyarakat yang tidak tahu apa-apa tentang adanya bisnis busuk seperti itu malah sibuk membagikannya di media sosial, maka timbulah keresahan hingga memantik gesekan sosial. Pemesan senang, produsen untung, masyarakat malah buntung (Saverinus Suhardin, 2018).

Selain tujuan bisnis, pembuat dan penyebar kabar hoaks bisa juga melakukannya dengan alasan lain, misalnya sekadar iseng. Apapun alasan di balik pembuat dan penyebar hoaks tersebut, dampaknya tetang sama, membawa keresahan bagi pembacanya. Lebih parah lagi kalau misalnya informasi tersebut dijadikan landasan dalam memutuskan sesuatu yang sangat penting. Singkatnya, kabar hoaks sangat merugikan bagi siapa saja.

Bila kita menyelisik lebih dalam, ada sebuah fenomena yang menarik dari sebaran informasi hoaks bila dibandingkan kabar yang sebenarnya. Hal itu telah dibuktikan lewat berbagai penelitian, kesimpulannya selalu sama: berita hoaks selalu lebih viral dibandingkan berita yang sebenarnya.

Sebagai contoh, sebuah penelitian yang mengalisis berita hoaks di Facebook ketika terjadi pandemi (wabah yang meluas) Virus Zika berapa tahun lalu, ditemukan bahwa berbagai unggahan yang menyesatkan (hoaks) jauh lebih populer daripada unggahan informasi kesehatan masyarakat yang akurat dan relevan dengan penyakit tersebut. Berita benar hanya dilihat oleh 43.000 pengguna, sedangkan berita hoaks dikerumuni 535.000 pengunjung. Berita benar hanya dibagikan rata-rata 200 pengguna medsos, sedangkan kabar hoaks disebarluaskan rata-rata oleh 740 warganet (Sharma, Yadav, Yadav, & Ferdinand, 2017).

Menghindari Jebakan Berita Hoaks

Berita hoaks sejatinya memiliki ciri tersendiri. Dhoju, Rony, & Hassan, (2018) mengindentifikasi perbedaan antara artikel berita terkait kesehatan dari media yang dapat diandalkan dan tidak dapat diandalkan, dapat dilihat dari judul bombastis yang clickbaity (menarik perhatian pengguna untuk segera klik); dan penggunaan kutipan dan hyperlink (tautan) dari sumber terpercaya.

Salah satu senjata alami yang dimiliki manusia sebagai benteng terhadap berita hoaks adalah adanya sikap skeptis, yaitu rasa ragu-ragu atau kurang percaya terhadap informasi yang kurang masuk akal. Apalagi kalau sumber informasi tersebut dari orang atau lembaga yang kurang kredibel, maka sebaiknya perlu membandingkan dengan sumber yang lebih terpercaya.

Sikap skeptis terhadap berbagai informasi bisa dikembangkan dengan menggunakan  metode pertanyaan interogatif 5W1H oleh Kipling (Serrat, 2009 dalam Gunawan, 2018). Setiap informasi yang diperoleh selalu disaring dengan 6 pertanyaan mendalam: 1) Apa isinya dan apa yang sebenarnya terjadi?; 2) Di mana itu terjadi?; 3) Kapan itu terjadi?; 4) Mengapa itu terjadi dan mengapa mereka menulisnya?; 5) Siapa yang melakukannya, siapa penulisnya dan siapa yang terlibat?; dan 6) Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat kita akan berusaha mencari tahu lebih mendalam lagi tentang isu yang sedang berkembang. Pengalaman pribadi penulis, termasuk ketika menyiapkan sebuah tulisan untuk ditayangkan di media LIHAT (Literasi Hidup Sehat) ini, penulis setidaknya melewati beberapa tahapan, demi menyajikan tulisan yang aktual serta kebenarannya tidak diragukan lagi.

Pertama, baca berita dari media arus utama yang sudah dipercaya sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Sebut saja di antaranya ada Kompas, CNN, Media Indonesia, Jawa Pos, Detik.com, dan lainnya. Media massa tersebut memiliki struktur keredaksian yang jelas, sehingga jurnalisnya bekerja secara profesional, hanya menyajikan berita yang merupakan fakta di lapangan.

Kedua,  bila media massa arus utama itu juga masih diragukan, khusus untuk informasi kesehatan, kita bisa mengecek langsung di website Kementerian Kesehatan RI. Kemenkominfo RI juga menyediakan layanan untuk memastikan sebuah kabar itu hoaks atau benar. Sebagai lembaga negara, tidak mungkin mereka mencelakakan masyarakatnya dengan informasi yang salah.

Ketiga, bila informasi yang dilacak itu menyangkut masalah kesehatan yang melibatkan berbagai negara di dunia, kita bisa langsung mencari kebenaran informasinya di website WHO (klik saja: https://www.who.int/). Di sana merupakan kumpulan para ahli terbaik dari berbagai dunia yang bekerja profesional, sehingga tidak mungkin memberikan data, atau informasi, atau saran yang keliru.

Dari 3 sumber utama tersebut, kita akan memperoleh informasi yang benar dan meyakinkan. Tulisan ini juga merupakan kompilasi informasi dari 3 sumber tersebut, serta disesuaikan juga dengan hasil penelitian terkini yang terpublikasi di jurnal terpecaya dan bereputasi baik.

Itu artinya, kalau misalnya Anda kerepotan mencari informasi ke berbagai sumber terpercaya tersebut, cara mudahnya bisa dilakukan dengan membaca tulisan di media LIHAT yang dikelola tim website Ners FKp Unair Surabaya ini.

Oleh: Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns

(Perawat Kesehatan Komunitas FKp Unair)

Sumber Bacaan

Dhoju, S., Rony, M. M. U., & Hassan, N. (2018). Differences between Health Related News Articles from Reliable and Unreliable Media. In Proceedings of Computation+Journalism Symposium (C+J’19). ACM, New York, NY, USA., Article 4, 5 pages. Retrieved from http://arxiv.org/abs/1811.01852

Gunawan, J. (2018). Internet Health Iinformation and Hoax. Public Health of Indonesia, 4(4), 168–169. https://doi.org/10.1136/jech.55.2.74

Jawapos.com. (2020, February 2). WNI dari Wuhan Tiba di Natuna, Istana: Dipastikan Sehat. Jawapos.Com. Retrieved from https://www.jawapos.com/nasional/02/02/2020/wni-dari-wuhan-tiba-di-natuna-istana-dipastikan-sehat/

Kemenko PMK-RI. (2017). Pedoman Penggunaan Media Sosial untuk Aksi Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental. Jakarta: Kemenko PMK-RI.

Saverinus Suhardin. (2018). Menghadapi Serangan Hoaks. In M. A. Yani (Ed.), Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat: Simpulan Pemikiran Seorang Perawat (pp. 87–93). Surabaya: Pustaka Saga.

Sharma, M., Yadav, K., Yadav, N., & Ferdinand, K. C. (2017). Zika virus pandemic—analysis of Facebook as a social media health information platform. American Journal of Infection Control, 45(3), 301–302. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2016.08.022

Vivanews.com. (2020, January 31). Menkominfo Deteksi Ada 36 Hoax di Indonesia soal Virus Corona. Vivanews.Com. Retrieved from https://www.vivanews.com/berita/nasional/33773-menkominfo-deteksi-ada-36-hoax-di-indonesia-soal-virus-corona?medium=autonext

WHO. (2020). Novel Coronavirus(2019-nCoV) Situation Report - 13. Retrieved January 2, 2020, from WHO website: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200202-sitrep-13-ncov-v3.pdf?sfvrsn=195f4010_2

Tuatan Weibo WHO: https://www.weibo.com/whoinchina

Tautan Twitter WHO: https://twitter.com/WHO

Tautan Facebook WHO: https://www.facebook.com/WHO/

Tautan Instagram WHO: https://instagram.com/WHO

Tautan LinkedIn WHO: https://www.linkedin.com/company/world-health-organization/

Tautan Pinterest WHO: https://www.pinterest.ch/worldhealthorganization/

Tautan Web WHO: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public

Pin It
Hits 681

Berita Terbaru