INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Pendengaran Bisa Hilang Gara-gara Pelantang

  • By
  • In Lihat
  • Posted 04 March 2020
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 734

Setiap tanggal 3 Maret, seluruh warga dunia –khususnya insan kesehatan-- merayakan World Hearing Day (WHD) atau Hari Pendengaran Dunia. Kegiatan besar ini dimulai sejak tahun 2007 silam, diinisiasi ketika ada konferensi internasional tentang Pencegahan dan Rehabilitasi Gangguan Pendengaran yang berlangsung di Beijing, China. Semenjak itu, WHO (World Health Organization) terus mengampanyekan peringatan khusus tersebut di semua negara. Indonesia akhirnya secara resmi mengadopsi perayaan tersebut sejak 2010 lalu, dengan menetapkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Nasional (HKTPN). Berbeda dengan perayaan ulang tahun pada umumnya yang terkesan hura-hura; peringatan hari kesehatan seperti ini biasanya diadakan sebagai respons terhadapnya banyaknya kasus yang terjadi di berbagai tempat. Artinya, masalah kesehatan telinga dan pendengaran menjadi isu yang penting untuk segera diatasi atau diselesaikan bersama.

Data WHO (2020) mengonfirmasi hal tersebut dengan angka kejadian masalah telinga dan pendengaran yang cukup tinggi di seluruh dunia, serta memiliki potensi terjadi peningkatan pada waktu yang akan datang. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 466 juta orang yang mengalami gangguan pendengaran; 34 juta di antaranya adalah anak-anak. Kelak pada tahun 2050, angka tersebut diperkirakan berkembang hingga lebih dari 900 juta orang. Dampak bagi penderita gangguan telinga dan pendengaran sangat bervariasi, bergantung seberapa berat masalah yang dideritanya. Pada umumnya, orang yang mengalami kehilangan pendengaran akan sulit melakukan proses komunikasi dengan sesama; berpengaruh dalam kemampuan belajar atau kinerja akademik; dikucilkan dari lingkungan sosial (bully); dan secara ekonomi juga ikut terdampak karena biaya pengobatan atau pembelian alat bantu dengar terbilang mahal. Penyebab masalah pada telinga dan fungsi pendengaran juga beragam, bisa karena faktor genetik, komplikasi saat lahir, penyakit menular tertentu, infeksi telinga kronis, penggunaan obat-obatan tertentu, paparan kebisingan yang berlebihan, dan penuaan.

Tulisan ini fokus membahas faktor risiko paparan kebisingan yang berlebihan, khususnya lagi yang berkaitan dengan penggunaan pelantang suara (headset/headphone) terhadap gangguan pendengaran. Saat ini penggunaan pelantang suara secara langsung pada rongga telinga sudah menjadi sebuah tren, khususnya bagi kalangan muda. Pada umumnya mereka menggunakan perangkat pengeras suara tersebut untuk mendengarkan musik atau rekamanan pembicaraan yang menarik. Kebiasaan mendengarkan musik pada dasarnya tidak berbahaya. Justru pada kondisi tertentu orang disarankan untuk mendengarkan musik sebagai bagian dari terapi. Biasanya untuk memberikan efek rileksasi. Masalah mulai timbul ketika cara mendengarkannya yang salah. Saking keasyikannya, orang kadang tidak menyadari bahaya mengatur volume keras dalam waktu yang lama, dengan frekuensi yang terlalu sering. Sebagai contoh, kita bisa pelajari dari penelitian Mohammadpoorasl, Hajizadeh, Marin, Heydari, & Ghalenoei, (2018) di Iran. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tingginya penggunaan earphone pada siswa. Sekitar 60% dari siswa tersebut memiliki riwayat gangguan pendengaran atau kerusakan termasuk penyakit telinga, infeksi telinga, tinitus, dan vertigo.

Kesimpulan yang kurang lebih sama didapatkan dari penelitian Vaidya, Shah, & Mistry, (2008), penggunaan pelantang (earphone) dalam waktu yang lebih lama dengan intensitas suara yang tinggi menyebabkan hilangnya pendengaran dini. WHO juga mengingatkan tentang peningkatan risiko gangguan pendengaran saat mengatur suara intensitas tinggi (volume) pada jangka waktu yang lama. Telah terbukti bahwa mendengarkan melalui earphone dengan volume 95% suara maksimum selama 5 menit (dengan sebagian besar perangkat) secara terus-menerus akan merusak pendengaran.  Informasi mengenai bahaya menggunakan pelantang yang berlebihan ini barangkali sudah menjadi pengetahuan umum. Tapi, kesadaran orang untuk mengurangi ketergantungan pada alat bantu pengeras suara pada telinga itu belum bisa teralihkan. Perilaku seperti itu sepertinya sudah menjadi gelaja umum. Sebuah penelitian di salah satu komunitas Saudi menemukan mayoritas responden mengetahui faktor-faktor risiko terkait kehilangan pendengaran. Meskipun demikian, praktik populasi menunjukkan kebiasaan mendengarkan yang tidak sehat (Alzhrani et al., 2019). Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Nasional atau Hari Pendengaran Sedunia ini menjadi momen yang baik untuk mengingatkan kembali pentingnya upaya pencegahan terhadap paparan suara bising yang berlebihan. 

Tahun 2020, WHO merayakan WHD dengan mengusung tema “Hearing for Life: Don’t Let Hearing Loss Limit You.” Tema tersebut ingin menyadarkan kita tentang pentingnya memiliki pendengaran yang baik. Sebab dengan kemampuan mendengar yang baik, kita bisa berkomunikasi secara efektif dan terhubungan dengan dunia luar. Kalaupun kita mengalami gangguan tertentu, perayaan WHD kali ini juga mengingatkan tentang pentingnya mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat, sehingga bisa segera mengakses fasilitas pendidikan, pekerjaan dan komunikasi. Harus bisa dipastikan, gangguan pendengaran tidak membatasi seseorang untuk terus berkembang. Mumpung masih dalam rangka WHD, berikut ini beberapa rekomendasi yang dikeluarkan WHO untuk praktik mendengarkan dengan aman: (1) Jaga volume tetap rendah, dengan tetap berada dalam batas 80 dB sejauh mungkin selama tidak lebih dari 40 jam per minggu; (2) Kenakan penyumbat telinga ketika mengunjungi diskotik, bar, arena acara olahraga dan konser di tempat-tempat bising lainnya; (3) Gunakan earphone / headphone peredam bising, karena ini dapat mengurangi kebutuhan untuk menaikkan volume ketika Anda berada di lingkungan yang bising, seperti saat bepergian dengan kereta atau bus; (4) Pantau dan hormati tingkat mendengarkan yang aman, dan tetap berada dalam batas harian suara Anda; (5) Batasi penggunaan harian perangkat audio pribadi Anda; (6) Batasi melakukan kegiatan di tempat-tempat yang bising; (7) Lakukan pemeriksaan pendengaran rutin.

Selamat merayakan WHD buat kita sekalian. Kiranya perayaan kali ini meningkatkan kesadaran kita semua untuk terus berusaha menjaga kesehatan telinga dan fungsi pendengaran. Sebagai bentuk syukur atas anugerah pendengaran yang baik, mari kita manfaatkan dengan membangun komunikasi dengan sesama dengan baik.

Oleh: Saverinus Suhardin, S.Kep.,Ns

(Perawat Kesehatan Komunitas FKp Unair)

 

Sumber Bacaan

Alzhrani, F., Saleh, S. Al, Asrar, S., Dhafeeri, A. Al, Baqami, B. Al, Harbi, M. Al, … Islam, T. (2019). Community Awareness of Noise ‑ Induced Hearing Loss from Portable Listening Devices and Possible Preventive Measures. Journal of Nature and Science of Medicine, (January). https://doi.org/10.4103/JNSM.JNSM

Mohammadpoorasl, A., Hajizadeh, M., Marin, S., Heydari, P., & Ghalenoei, M. (2018). Archive of SID Prevalence and Pattern of Using Headphones and Its Relationship with Hearing Loss among Students Archive of SID. Health Scope, 7(4), 1–5. https://doi.org/10.5812/jhealthscope.65901.Research

Vaidya, L., Shah, N. J., & Mistry, A. H. (2008). EVALUATION OF HEARING ACUITY IN YOUNG ADULTS USING PERSONAL LISTENING DEVICES WITH EARPHONES. International Journal of Basic and Applied Physiology, 7(1), 89–96.

WHO. (2020). Deafness and hearing loss. Retrieved March 2, 2020, from WHO website: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/deafness-and-hearing-loss

Pin It
Hits 859

Berita Terbaru