INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Bagaimana Cara Mengoptimalkan Kesehatan Anak selama Pandemi Covid-19?

  • By Alina Ramadani
  • In Lihat
  • Posted 04 September 2020

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti,2008). Sedangkan menurut WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun.

Kebutuhan Dasar Anak

Tumbuh dan kembang anak secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis, herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan. Agar faktor lingkungan memberikan pengaruh yang positif bagi tumbuh kembang anak, maka diperlukan pemenuhan atas kebutuhan dasar tertentu. Kebutuhan dasar ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu asuh, asih, dan asah (Soetjiningsih, 1995, dalam Nursalam, 2005).

A. Asuh (kebutuhan fisik-biomedis)

Termasuk kebutuhan asuh adalah :

1) Zat gizi yang mencukupi dan seimbang
Zat gizi yang mencukupi pada anak harus sudah dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir, harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 4-6 bulan.

2) Perawatan kesehatan dasar
Untuk mencapai keadaan kesehatan anak yang optimal, diperlukan beberapa upaya, misalnya imunisasi, kontrol ke Puskesmas / Posyandu secara berkala, diperiksakan segera bila sakit. Dengan upaya tersebut, keadaan kesehatan anak dapat dipantau secara dini, sehingga bila ada kelainan maka anak segera mendapatkan penanganan yang benar.

3) Pakaian
Anak perlu mendapatkan pakaian yang bersih dan nyaman dipakai. Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat.

4) Perumahan
Dengan memberikan tempat tinggal yang layak, maka hal tersebut akan membantu anak untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal.

5) Kesegaran jasmani (olah raga dan rekreasi)
Aktivitas olah raga dan rekreasi digunakan untuk melatih otot-otot tubuh dan membuang sisa metabolisme, selain itu juga membantu meningkatkan motorik anak, dan aspek perkembangan lainnya. Aktivitas olahraga dan rekreasi bagi anak balita merupakan aktivitas bermain yang menyenangkan.

B. Asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang)

1) Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang, dapat dimulai sedini mungkin. Bahkan sejak anak berada dalam kandungan, perlu dilakukan kontak psikologis antara ibu dan anak, misalnya dengan mengajak bicara / mengelusnya, setelah lahir, upaya tersebut dapat dilakukan dengan mendekapkan bayi ke dada ibu segera setalah lahir. Ikatan emosi dan kasih sayang yang eratantara ibu/orang tua sangatlah penting, karena berguna untuk menentukan perilaku anak di kemudian hari, merangsang perkembangan otak anak, serta merangsang perhatian anak terhadap dunia luar.

2) Rasa aman
Adanya interaksi yang harmonis antara orang tua dan anak akan memberikan rasa aman bagi anak untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.

3) Harga diri
Setiap anak ingin diakui keberadaan dan keinginannya. Apabila anak diacuhkan, maka hal ini dapat menyebabkan frustasi.

4) Dukungan / dorongan
Dalam melakukan aktivitas, anak perlu memperoleh dukungan dari lingkungannya. Selain itu, orang tua perlu memberikan dukungan agar anak dapat mengatasi stressor atau masalah yang dihadapi.

5) Mandiri
Agar anak menjadi pribadi yang mandiri, maka sejak awal anak harus dilatih untuk tidak selalu tergantung pada lingkungannya. Dalam melatih anak untuk mandiri harus menyesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan.

6) Rasa memiliki
Anak perlu dilatih untuk mempunyai rasa memiliki terhadap barang-barang yang dimilikinya, sehingga anak tersebut akan mempunyai rasa tanggung jawab untuk memelihara barangnya.

7) Kebutuhan akan sukses, mendapatkan kesempatan, dan pengalaman Anak perlu diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan sifat-sifat bawaannya.

C. Asah (kebutuhan stimulasi)

Stimulasi adalah adanya perangsangan dari lingkungan luar anak, yang berupa latihan atau bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi. Pemberian stimulus ini sudah dapat dilakukan sejak masa prenatal, dan setelah lahir dengan cara menetekkan bayi pada ibunya sedini mungkin. Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan (Soetjiningsih, 1995, dalam Nursalam, 2005).

Orang tua perlu menganut pola asuh demokratik, mengembangkan kecerdasan emosional, kemandirian, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan dan moral-spiritual anak. Selain distimulasi, anak juga perlu mendapatkan kegiatan SDIDTK lain yaitu deteksi dini (skrining) adanya kelainan/penyimpangan tumbuh kembang, intervensi dini dan rujukan dini bila diperlukan.Indonesia sebelumnya merupakan contoh negara dengan “tiga beban malnutrisi” jauh sebelum pandemi COVID-19. Indonesia memiliki 7 juta anak yang mengalami stunting. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak. Lebih dari 2 juta anak merupakan balita kurus (berat badan yang tidak sebanding dengan tinggi badan) serta 2 juta anak lainnya mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Nyaris setengah dari total ibu hamil mengalami anemia karena makanan yang dikonsumsi tidak mengandung cukup vitamin dan mineral (zat gizi mikro) yang diperlukan.

Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks akibat tiga beban tersebut yang kemungkinan akan memburuk karena pandemi COVID-19. Lebih dari 120 negara telah memberlakukan pembatasan interaksi sosial melalui penutupan sekolah yang berdampak pada 1,6 juta siswa di seluruh dunia. Indonesia telah menutup semua sekolah sejak awal bulan Maret sehingga 60 juta siswa tidak dapat bersekolah. Sekolah-sekolah diminta memfasilitasi pembelajaran dari rumah menggunakan sejumlah platform digital milik pemerintah dan swasta yang memberikan konten secara gratis dan peluang pembelajaran daring dan dari jarak jauh di seluruh daerah. Penutupan sekolah dapat memperburuk kesenjangan akses pendidikan. Anak-anak menghadapi beragam kesulitan dalam mengakses dan mendapatkan pendidikan berkualitas, bahkan sejak sebelum pandemi. Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam penerimaan siswa selama satu dekade terakhir. Kendati demikian, 4,2 juta anak dan remaja (usia 7–18 tahun) masih tidak bersekolah. Angka tersebut didominasi oleh remaja.

Siswa miskin dan rentan merupakan pihak paling terdampak oleh penutupan sekolah. Pengasuh mungkin tidak menjadikan pendidikan anak sebagai prioritas utama karena sering kali harus bersusah payah memenuhi kebutuhan dasar. Kepala rumah tangga di kuintil termiskin cenderung memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan kuintil kepala rumah tangga berpendapatan lebih tinggi dan kurang mengerti kebutuhan anak agar dapat terlibat dalam pembelajaran jarak jauh yang efektif. Selain itu, kondisi rumah mereka seringkali tidak memiliki ruang yang tenang bagi anak untuk belajar dan berkonsentrasi. Anak-anak penyandang disabilitas secara khusus sulit belajar dari jarak jauh dengan efektif karena sering kali memerlukan kontak fisik dan emosional dengan guru serta mengandalkan alat-alat dan terapi khusus agar dapat belajar dengan baik.

Lamanya waktu belajar yang hilang dapat membuat banyak siswa sulit menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai tingkatan kelas yang diharapkan. Situasi ini dapat menimbulkan risiko terhadap pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia. Jumlah anak yang putus sekolah juga dapat meningkat akibat kesulitan yang dihadapi anak dan remaja untuk kembali dan tetap bersekolah setelah penutupan sekolah dan kontraksi ekonomi yang berlangsung dalam waktu lama. Modal manusia dan “bonus demografi” Indonesia terpusat pada potensi generasi muda yang merupakan kunci kesejahteraan Indonesia dalam jangka panjang. Meningkatnya “kemiskinan dalam belajar” berisiko menghambat terwujudnya kesejahteraan jangka panjang tersebut.

Karantina wilayah dapat memperburuk faktor risiko yang sudah ada terkait kekerasan, pelecehan, dan penelantaran dalam hal pengasuhan di rumah dan di lembaga. Sebelum pandemi, tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia sudah tergolong tinggi: 60 persen anak usia antara 13 sampai 17 tahun menyatakan pernah mengalami satu bentuk kekerasan (fisik, psikis/emosional, atau seksual) selama hidupnya. Faktor risiko yang cukup mengkhawatirkan untuk generasi muda adalah cukup tingginya toleransi terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Selain itu, satu dari sembilan perempuan menikah sebelum menginjak usia 18 tahun dan dalam pernikahan, perempuan ini cenderung lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga akibat ketidaksetaraan peran suami-istri dalam keluarga.

Laporan dari negara-negara lain menunjukkan adanya peningkatan kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak-anak akibat pemberlakuan karantina wilayah. Kekhawatiran terkait pendapatan ditambah dengan meningkatnya tekanan bagi orang tua dan pengasuh untuk mengurus anak dan membantu mereka belajar menimbulkan tingkat stres yang tidak biasa yang dapat berujung pada terjadinya kekerasan.

Jika tindakan tidak segera diambil, pandemi ini dapat beralih menjadi krisis pemenuhan hak anak dengan dampak jangka panjang terhadap masyarakat Indonesia. Gangguan yang diakibatkan pandemi menimbulkan dampak substansial terhadap keamanan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak. Hanya dengan bekerja sama kita dapat memastikan semua anak perempuan dan laki-laki sehat, aman, dan tetap dapat belajar.

Pembagian otoritas pemerintahan Indonesia merupakan salah satu yang paling terdesentralisasi di dunia. Selama pandemi ini, pemerintah daerah bertanggung jawab mengembangkan upaya tanggap darurat untuk wilayahnya masing-masing serta melakukan efisiensi pengeluaran dalam alokasi anggaran belanja daerah dan dana pengelolaan bencana. Karena itu, banyak dari usulan tindakan berikut dapat dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Dengan kondisi Indonesia ditengah pandemic seperti ini, gaya hidup sangat penting pada usia berapa pun, tetapi gaya hidup dibangun selama itu masa kanak-kanak dan remaja. Diskusi nasional dan internasional dan publikasi mencoba untuk mendefinisikan komponen gaya hidup (Kualitas hidup majalah, majalah Psikologi Sosial, Sejarah sosiologi dan pekerjaan sosial, dll.) dan menyoroti kekhususan usia. Secara lebih luas, gaya hidup adalah cara orang atau kelompok orang yang lebih luas memilih untuk hidup, ini disebut mereka ekonomi, tingkat pekerjaan dan jenis kegiatan yang mereka lakukan selama waktu senggang. Gaya hidup bisa sehat atau tidak sehat, dalam hal pola makan, tingkat olah raga, beberapa kebiasaan dan mode aktivitas bergantian dengan periode relaksasi. Sehat gaya hidup berkorelasi dengan kesehatan yang baik dan persepsi kesejahteraan yang tinggi, sedangkan gaya hidup yang tidak sehat menyebabkan depresi dan isolasi. Tidak sehat perilaku seperti merokok, penyalahgunaan alkohol, makan berlebihan, dikombinasikan dengan tingkat stres yang tinggi, menyebabkan banyak penyakit dalam jangka pendek dan panjang.

Membangun gaya hidup sehat, berapapun usianya, akan membawa banyak kesehatan manfaatnya, terbukti mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, menurunkan kejadian obesitas dan diabetes, risiko keganasan, kejiwaan gangguan dan disfungsi kognitif. Masa kecil dan remaja sangat penting periode untuk pengembangan kepribadian dan untuk membangun gaya hidup. Ini bisa memberi tanda pada semua perkembangan individu selanjutnya. Studi terkini berbagi sejumlah perilaku negatif pada gaya hidup remaja: lebih dari 30% siswa sekolah menengah menghabiskan lebih dari 3 jam / hari untuk menonton televisi atau bermain game komputer, lebih dari 60% siswa tidak mencapai tingkat fisik aktivitas yang direkomendasikan untuk usia mereka dan ini berkontribusi pada perkembangan awal penyakit metabolik dan kardiovaskular.

Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik yang rendah mengarah pada angka penyakit seperti tekanan darah sistolik dan diastolik tingkat tinggi, meningkat prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas. Demikian pula, obesitas adalah konsekuensi dari jadwal makan yang tidak teratur dan snack manis dari fast food. Kesehatan dan social program untuk meningkatkan gaya hidup ditujukan sampai sekarang, lebih kepada orang dewasa dan lansia, mengabaikan perubahan besar yang telah mempengaruhi kehidupan anak-anak dan remaja dalam dua dekade terakhir, dan penerapan preventif inisiatif dalam program gaya hidup komprehensif bersifat sporadis dan kurang didukung oleh penelitian yang dilakukan pada populasi kami.

Gaya hidup sehat berkali-kali efisien tidak hanya untuk pencegahan tetapi bahkan untuk mengobati banyak penyakit, yang terpenting adalah kardiovaskular kategori, seperti diabetes mellitus, aterosklerosis, hipertensi, dan dislipidemia. Pendekatan penyakit dalam hal gaya hidup ini bisa sangat merugikan. efisien, seperti yang ditunjukkan Herman et al. Mereka menguji kedua gaya hidup tersebut intervensi dan metformin terhadap intervensi plasebo dalam pencegahan diabetes mellitus tipe 2 pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa. Gaya hidup menunda timbulnya diabetes selama 11 tahun dan pengobatan metformin selama 3 tahun, dengan pengeluaran yang lebih sedikit dalam strategi gaya hidup dan mereka menyimpulkan bahwa “biaya gaya hidup kurang dan berkinerja lebih baik”.

Pengobatan dapat menyesuaikan program gaya hidup dengan lebih baik bagi beberapa orang penyakit dan untuk kategori usia yang berbeda: wanita, anak-anak dan remaja, tua. Misalnya, topik yang sekarang diperdebatkan adalah penurunan berat badan pada lansia orang-orang. Dalam kategori usia ini, jaringan adiposa berlebih, tetapi juga sangat cepat penurunan berat badan dapat menyebabkan sindrom kelemahan fisik. Secara umum, penurunan berat badan tidak berbahaya jika dilakukan dengan lambat dan diawasi, dan diakibatkan oleh diet terkait dengan latihan fisik.

Kerentanan Anak Terhadap COVID-19

Sekarang terbukti bahwa Coronavirus tidak menyerang semua kelompok umur. Ini telah mempengaruhi anak-anak, orang dewasa, dan orang tua dengan pola yang hampir sama. Untuk lebih spesifik, neonatus, bayi, dan anak yang lebih tua dari segala usia terpengaruh. Tingkat keparahan gejala biasanya tergantung pada kekebalan individu anak dan status kesehatan anak sebelumnya, tetapi tidak selalu benar dalam semua kasus. Namun, data yang tersedia saat ini terbatas untuk mencapai kesimpulan pasti mengenai berbagai aspek infeksi COVID-19 pada anak. Selain tingkat keparahan gejala, penelitian juga dilakukan untuk melihat sumber infeksi pada anak.

Dalam satu studi, data dikumpulkan untuk sembilan bayi yang terinfeksi dan dirawat di rumah sakit di China. Terungkap bahwa anggota keluarga yang terinfeksi yang tinggal bersama dapat menjadi sumber penularan, karena bayi kecil ini tidak dapat memakai masker. Untungnya, tidak ada yang membutuhkan ventilasi mekanis. Demikian pula, ada dua kasus anak yang terinfeksi, yang melakukan kontak keluarga dekat dan menunjukkan gejala yang lebih ringan. Salah satu penelitian di Iran menunjukkan kasus pediatrik yang terinfeksi dengan riwayat satu anggota keluarga yang terinfeksi.

Di Korea, kasus pediatrik pertama melibatkan anak perempuan berusia 10 tahun dengan gejala yang lebih ringan dan, sekali lagi, riwayat kontak dekat dengan anggota keluarga yang terinfeksi. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang terinfeksi memiliki gejala yang lebih ringan dan prognosis yang lebih baik, dan oleh karena itu kebanyakan dari mereka membaik dengan cepat. Meskipun sejauh ini tidak ada bukti mengenai penularan infeksi transplasenta, lebih dari 230 neonatus telah terinfeksi. Anak-anak dianggap kurang rentan oleh beberapa orang. Pendukung gagasan ini menghubungkan hal ini dengan asumsi bahwa anak-anak memiliki interaksi terbatas dengan dunia luar dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena itu, mereka berisiko lebih rendah terkena infeksi tanpa hasil yang fatal. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun paparan dunia luar terbatas, anak-anak tetap berisiko tertular dari anggota keluarga yang terpapar lingkungan.

Cara Mengoptimalkan Kesehatan Anak selama Pandemi Covid-19

1. Orang tua/pengasuh mencuci tangan sebelum dan sesudah mengasuh anak. Orang tua/pengasuh yang memerlukan keluar rumah, harus memakai masker saat mengasuh anak.

2. Anak tetap tinggal di rumah, hindari mengajak anak keluar rumah. Jika terpaksa keluar rumah, pakai alat pelindung diri, tetap perhatikan untuk jaga jarak, menghindari kerumunan dan segera mandi, cuci rambut, mengganti baju sesampainya di rumah.

3. Bagi anak umur >2 tahun, memakai masker saat memerlukan ke luar rumah untuk mencegah penularan melalui batuk dan bersin.

4. Anak umur

5. Membiasakan anak mencuci tangannya dengan sabun dan air bersih lebih sering yaitu sebelum makan, setelah buang air, sebelum dan setelah melakukan aktivitas (bermain, menyentuh hewan, dsb). Penggunaan hand sanitizer hanya alternatif apabila tidak tersedia air mengalir dan sabun, misalnya jika jauh dari sarana cuci tangan.

6. Mengingatkan anak untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut sebelum mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

7. Membersihkan benda-benda yang sering disentuh seperti perabot, gagang pintu, mainan, gawai dan lain-lain dengan desinfektan secara berkala.

8. Orang tua mengajari anak untuk menerapkan praktik pencegahan infeksi dengan metode menarik:

a. Cuci tangan dengan air bersih dan sabun,

b. menyanyikan lagu sambil mencuci tangan untuk berlatih mencuci tangan atau menggunakan handsanitizier minimal selama 40-60 detik

c. memberi hadiah untuk mencuci tangan yang sering/tepat waktu

9. Etika bersin, batuk

a. Gunakan boneka untuk menunjukkan cara menutup mulut dengan siku tangan atau tisu pada saat bersin atau batuk.

b. Cara memakai masker bagi anak usia > 2 tahun :

• Ajari anak mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai masker

• Pastikan masker menutup mulut, hidung dan dagu

• Hindari menyentuh masker saat memakainya, minta anak mencuci tangan jika menyentuh masker

• Melepas masker dengan hanya menyentuh talinya untuk segera dicuci.

10. Membersihkan mainan: Libatkan anak membersihkan mainannya dengan cara misalnya meminta menghitung mainan yang telah dibersihkan dalam satu keranjang

DAFTAR PUSTAKA
66, P. N. (n.d.). tentang Pemantauan Tumbuh Kembang Anak.
Cojocaru, D. (June 2014, Vol.10, No.3, ). The importance of healthy lifestyle in modern society: a medical, social and spiritual perspective. European Journal of Science and Theology, , 111-120.
Hajraa Saleem, J. R. (n.d.). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) in Children: Vulnerable or Spared? A Systematic Review. 2020 Saleem et al. Cureus 12(5): e8207. DOI 10.7759/cureus.8207.
INDONESIA, K. K. (2020). Panduan Pelayanan Kesehatan Balita pada Masa Pandemi Covid-19 bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta.
UNICEF. ( 2020.). Covid-19 dan Anak-anak di Indonesia. Jakarta.

Kontributor : Kelompok 2.3 Praktik Klinik Keperawatan 3
Editor : Risky Nur Marcelina (Airlangga Nursing Journalist)

Pin It
Hits 2394

Berita Terbaru