INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Hidup Sehat pada ODHA dengan TBC

  • By
  • In Lihat
  • Posted 04 November 2020
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 737

Penyakit TBC atau tuberculosis merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini tidak hanya menyerang organ paru-paru, namun juga bisa menyerang organ tubuh lainnya seperti otak, kulit, kelenjar getah bening. Tahukah Anda? Ternyata orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat rentan terserang penyakit TBC. Mengapa bisa begitu? Jadi, seperti yang kita ketahui bahwa ODHA memiliki kondisi sistem imun yang semakin melemah akibat adanya virus HIV sehingga akan semakin rentan terkena infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, atau parasit pada kondisi sistem imun yang lemah. Oleh karena itu, penting bagi penderita HIV maupun keluarga untuk mengetahui bagaimana agar bisa hidup sehat dengan adanya TBC. Apa saja yang perlu dilakukan?

1.Melakukan deteksi dini TBC dan HIV

Efek TBC pada ODHA maupun sebaliknya memiliki hubungan timbal balik yang saling memperburuk kondisi satu sama lain. Karenanya sangat penting untuk melakukan deteksi dini adanya kedua infeksi ini. Dengan melakukan deteksi dini TBC maupun HIV akan mempercepat penemuan infeksi secara dini sehingga tingkat keberhasilan pengobatan juga akan meningkat. ODHA yang mengalami batuk, demam, penurunan berat badan atau berkeringat di malam hari mungkin sudah mengalami fase TBC aktif, sebaiknya segera periksa ke Puskesmas atau Rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

2.Mengelola stress dengan baik

Menjadi ODHA dengan ditambah adanya infeksi TBC bukanlah hal yang mudah, selain rentan sakit, penderita juga banyak yang mengalami tekanan hidup dan stress yang berat, seperti stigma negatif dari masyarakat. Mengelola stres adalah cara terpenting untuk menjaga pikiran dan fisik tetap sehat. Aktivitas yang bisa dilakukan untuk menyalurkan stress adalah belajar teknik pernafasan dalam, mencoba tetap berpikir positif, serta memiliki support system dari teman, keluarga/kerabat, dan komunitas yang dapat memberikan dukungan sosial dan emosional. Dukungan keluarga dapat membantu membangun harga dirinya melalui perawatan kesehatan keluarga, peningkatan perawatan diri, pendidikan kesehatan, dan konseling keluarga. Dukungan ini sebagai energi penggerak bagi penderita dalam menjalankan program pengobatan yang membutuhkan waktu lama serta membantu menguatkan penderita untuk menurunkan stress dan kecemasan sehingga memberikan semangat dalam melakukan aktivitasnya seperti biasa.

3.Menjaga kebersihan diri

Adanya kondisi sistem kekebalan tubuh yang menurun membuat ODHA dengan TBC harus lebih berhati-hati dalam menjaga kebersihan tubuh agar tidak semakin rentan terhadap paparan bakteri. Gangguan fisik yang sering terjadi antara lain gangguan di pernafasan bisa berupa batuk atau sesak, gangguan kutu dan ketombe pada rambut, gangguan pada kulit, gangguan di mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku, serta adanya infeksi di daerah genitalia. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genetalia serta kebersihan dan kerapihan pakaian. Sangat penting bagi ODHA dengan TBC dalam menumbuhkan kesadaran untuk menjaga kebersihan diri, supaya terhindar dari paparan bakteri yang menyebabkan infeksi sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidupnya. Dan yang tak kalah penting yang perlu dilakukan adalah mencuci tangan sesering mungkin dan menggunakan masker jika berinteraksi dengan orang lain.

4.Rutin minum obat sesuai anjuran dokter

Pengobatan TBC pada orang yang sudah terpapar HIV harus dilakukan segera karena kategori pengobatan TBC tidak dipengaruhi oleh status HIV penderita. Pada prinsipnya pengobatannya adalah mendahulukan terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sekitar 2-8 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan TBC hingga dapat ditoleransi dengan baik, kemudian baru dilanjutkan dengan terapi antiretroviral (ARV) untuk pengobatan HIV. Pasien dengan koinfeksi TBC-HIV diberikan paket pengobatan OAT, pengobatan ARV dan Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK). Pengobatan TBC dan HIV dapat diminum bersamaan, hanya perlu dilakukan pengaturan minum obat. Berikan jeda obat anti TBC (OAT) dengan ARV (≥ 2,5 jam). Terdapat dua kondisi yang terjadi pada pengobatan TBC-HIV, yaitu:

1.Pengobatan TBC bagi penderita HIV yang belum mendapatkan pengobatan (ARV) Pengobatan TBC dapat segera diberikan jika penderita belum mendapatkan pengobatan ARV. Lanjutkan pengobatan TBC hingga tercapai toleransi, kemudian setelah itu, diberikan pengobatan ARV.
2.Pengobatan TBC bagi penderita HIV yang sedang dalam pengobatan ARV Pengobatan TBC pada pasien dalam pengobatan ARV sebaiknya direncanakan oleh petugas terlatih TBC-HIV di rumah sakit. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya interaksi obat sistem pulih imun dan gagal pengobatan.

5.Mengkonsumsi nutrisi yang bergizi

Nutrisi sangat berperan dalam mempertahankan sistem imun ODHA. Nutrisi yang baik dapat memperkuat sistem imun, sehingga membantu mencegah infeksi, membantu pengobatan dan mencegah terjadinya komplikasi. Nutrisi yang buruk akan meningkatkan kerentanan dan memperparah penyakit infeksinya, sehingga akan menimbulkan kehilangan berat badan dan rusaknya sel bagian organ tubuh yang bisa menyebabkan diare dan demam. Salah satu faktor penyebab kematian awal HIV/AIDS yang meningkat adalah penurunan berat badan yang drastis, hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan waktu harapan hidup ODHA. Nutrisi yang diberikan kepada ODHA dengan TBC harus kaya akan karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Pemberian vitamin E 800 mg/ hari dan vitamin C, 1 g/ hari, dapat mengurangi kelebihan zat radikal bebas dalam tubuh dan beban HIV pada orang dewasa yang terinfeksi HIV. Dalam menyiapkan makanan perlu diperhatikan keamanan dan kebersihan makanan serta menjaga peralatan masak agar selalu bersih dan steril. Cuci semua buah dan sayuran segar, daging, serta batasi asupan hidangan laut yang belum dimasak, telur mentah, makanan yang berlemak, digoreng atau pedas.

6.Melakukan aktivitas fisik secara teratur

Orang dengan HIV/AIDS yang memiliki aktivitas fisik kurang memiliki risiko lebih besar untuk menderita infeksi oportunistik TBC daripada mereka yang memiliki kategori aktif dan sangat aktif. Kurangnya aktivitas fisik dihubungkan dengan kurangnya status fungsional seseorang sehingga memungkinkan lebih mudahnya menderita infeksi oportunistik. Ada beragam aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh ODHA dengan TBC dari mulai aktivitas fisik rendah dan aktivitas berat. Aktivitas fisik rendah yang dapat dilakukan penderita HIV adalah berjalan kaki di taman, melakukan yoga dengan intesitas sedang juga dapat meningkatkan kualitas hidup, menurunkan gejala depresi dan juga menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik berat yang dapat dilakukan adalah latihan kardio adalah bersepeda, latihan senam aerobic dengan intesitas tinggi, dan juga melakuan Tai Chi yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan keseimbangan hidupnya. Dalam melakukan aktivitas fisik di dalam maupun luar ruangan harus memperhatikan orang di sekitarnya. Pada saat melakukan aktivitas fisik diharapkan ODHA menggunakan masker dan jika memungkinkan menggunakan peralatan olahraga sendiri sehingga tidak menyebabkan penularan infeksi pada orang sekitar.

Referensi:

Maulia Hindun Audhah, Marisca Agustina (2014) Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dengan Keberhasilan Pelaksanaan Program Pengobatan HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso, The Indonesian Journal of Infectious Disease.
Sumiyati, Bagoes Widjanarko (2015) Pola Konsumsi merupakan Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap Kejadian Infeksi Oportunistik pada ODHA di RSUP Dr. Kariadi Semarang Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015.
Yona Kurnia Sari, Ice Yulia Wardani , Dukungan sosial dan tingkat stress orang dengan HIV/AIDS, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 20 No.2, Juli 2017, hal 85-93 pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203 DOI: 10.7454/jki.v20i2.361

Penulis: Dosen Pembimbing: Dr. Ninuk Dian K., S. Kep.Ns., MANP Kelompok 3 AJ-1 B22: Chindy F.R, Ilham D.P, Fadli M.A, Friska R.L, Puput I.R, Arif I.Z, Maria D.N, Siti W, Dian P, Rusulustin M
Editor : Titis Nurmalita Dianti (Airlangga Nursing Journalist)

Pin It
Hits 1326

Berita Terbaru