INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Pengaruh Autoimun pada ODHA dengan Covid-19

  • By
  • In Lihat
  • Posted 29 November 2020
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Apa itu Covid-19?

Seperti dikutip dari pernyataan WHO, COVID- 19 merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus corona baru yang disebut SARS-CoV-2. World Health Organization (WHO) pertama kali mengenali virus baru ini pada 31 Desember 2019, menyusul laporan sekelompok permasalahan virus pneumonia di Wuhan, China. Covid-19 disebabkan oleh SARS-Cov-2 atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 karena secara genetic memeliki kesamaan dengan SARS Coronavirus yang pernah terjadi pada tahun 2002. Virus Corona ini sendiri beredar di berbagai hewan dan bahkan terkadang beberapa dari virus ini dapat berpindah dari hewan ke manusia yang disebut spillover selain itu juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti mutasi pada virus atau peningkatan kontak antara manusia dan hewan.

Bagaimana alur masuknya virus Covid-19 ke dalam tubuh?

Alur terjadnnya infeksi COVID-19 belum diketahui seutuhnya. Pada awalnya diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS dan MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi dengan isolasi dari 10 pasien, didapatkan kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru, dan menunjukkan kesamaan (identik 88%) dengan batderived severe acute respiratory syndrome (SARS)- like coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan bat-SLCoVZXC21, yang diambil pada tahun 2018 di, Cina bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79% dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV (50%). Analisis keberagaman jenis menunjukkan COVID-19 merupakan bagian dari sub jenis Sarbecovirus dan jenis Betacoronavirus. Penelitian lain menunjukkan protein jenis “S” memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Proses ini bergantung pada pengikatan protein “S” ke reseptor selular dan protein S ke protease selular.

Penelitian hingga saat ini menunjukkan kemungkinan proses masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip dengan SARS. Hai ini didasarkan pada kesamaan struktur 76% antara SARS dan COVID-19. Sehingga diperkirakan virus ini menarget Enzim yang menempel pada bagian luar organ penting tubuh sebagai reseptor masuk dan menggunakan sarana “S” protein, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Proses imun dari penderita selanjutnya belum banyak diketahui. Dari data kasus yang ada, pemeriksaan sitokin yang berperan pada terjadinya sesak nafas menunjukkan hasil terjadinya badai sitokin (cytokine storms) seperti pada kondisi sesak nafas pada umumnya. Dari penelitian sejauh ini, ditemukan beberapa sitokin dalam jumlah tinggi, yang mensupresi inflamasi berbeda dari SARS-CoV. Data lain juga menunjukkan, pada pasien COVID-19 di ICU ditemukan kadar pembbentuk sel darah putih yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak memerlukan perawatan ICU. Hal ini mengindikasikan badai sitokin akibat infeksi COVID-19 berkaitan dengan derajat keparahan penyakit.

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus Covid-19

Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh berlapis, mulai dari pertahanan paling luar disebut innate immunity juga disebut sebagai imunitas natural, dan adaptive immunity merupakan jenis pertahanan tubuh untuk menghadapi mikroorganisme yang berhasil menembus ke jaringan tubuh. Imunitas natural berperan sebagai persiapan untuk menghambat masuknya mikroorganisme serta untuk mengeluarkan mikroorganisme yang berhasil masuk ke dalam jaringan secara cepat. Komponen imunitas garis pertahanan terdepan berupa sel epitel yang akan memblokir masuknya mikroorganisme. Apabila bakteri atau virus berhasil menembus jaringan dan masuk sirkulasi darah, maka akan diserang oleh sel fagosit yang terdiri dari dari sel Natural Killer dan protein khusus yang disebut sistem komplemen.

Mekanisme masuknya virus corona ke dalam sel adalah melalui mekanisme yang disebut endositosis, yaitu virus ditangkap oleh reseptor yang terdapat di permukaan sel, kemudian ditarik masuk ke dalam sel. Ketika virus ini sudah masuk ke dalam sel hidup, maka akan melepaskan RNA dari nukleokapsid ke sitoplasma sel korban, yang kemudian ditranslasi oleh sel inang untuk menghasilkan virus-virus baru. Proses replikasi virus di dalam sel inang berjalan sangat cepat, hingga satu sel yang terinfeksi akhirnya rusak dan meledak lalu menyebarkan virus-virus baru dalam jumlah yang sangat banyak

Apakah pengaruh autoimun pada ODHA dengan covid 19?

Penyakit HIV ialah penyakit yang membuat imunitas dalam badan menyusut hal ini mengakibatkan rentan virus bisa masuk ke tubuh serta lebih mudah terinfeksi. Penderita HIV membutuhkan Antiretroviral( ARV) untuk merendahkan jumlah HIV dalam tubuh supaya tidak berlanjut ke stadium AIDS. Pengobatan ARV menghindari terbentuknya peradangan oportunistik dengan berbagai komplikasinya. ODHA dengan pemakaian ART yang baik tidak hadapi immunosupresan sehingga dapat menghindari tertularnya virus COVID 19. Tetapi, ODHA memiliki kemungkinan untuk mengalami indikasi klinis yang lebih parah khususnya pada ODHA dengan kawasan pengendalian HIV yang kurang baik.

Selama ini virus Covid19 belum ditemukan obatnya, dan semua penatalaksanaannya berdasarkan gejala yang muncul. Ketika penderita HIV dengan Covid terkena autoimun, maka virus dalam tubuh penderita akan terus berkembang, sehingga angka kesembuhan penderita HIV dengan Covid 19 sangat rendah.

Apakah efek autoimun terhadap ODHA?

1. Terganggunya insulin
DM merupakan penyakit penyerta pada penderita HIV/AIDS. Penggunaan ARV mengakibatkan resistensi insulin, tingkat glukosa darah yang tinggi, sehingga pemicu penderita HIV berisiko menderita DM.

2. Rendahnya HDL (High Density Lipoprotein) atau Kolesterol Baik
Penderita HIV/AIDS akan menggunakan ARV untuk menekan replikasi virus. Dengan berkurangnya virus akan meningkatkan jumlah limfosit T-CD4, sehingga imun tubuh dapat dilindungi dari kerusakan. Dengan penggunaan ARV terus menerus akan menyebabkan efek samping adalah salah satunya rendahnya HDL.

Terapi Apa sajakah yang bisa dilakukan klien ODHA positif COVID 19

Secara umum diketahui bahwa pasien dengan penyakit autoimun atau artritis inflamasi dengan aktifitas penyakit yang tinggi, lebih berisiko mengalami infeksi apapun (virus, maupun bakteri) karena adanya kondisi ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan sistem imun. Terapi yang diterima oleh pasien seperti imunosupresan (obat penurun sistem kekebalan tubuh) serta kortikosteroid (obat penambah hormon yang bisa menekan sistem imun tubuh) juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko infeksi tersebut. Namun hingga saat ini memang belum ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko infeksi covid-19 pada populasi pasien dengan penyakit autoimun (Penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menyerang tubuh sendiri), termasuk yang dalam terapi imunosupresan dan kortikosteroid. Anjuran yang diperlukan untuk pasien autoimun adalah untuk tidak menghentikan pengobatan karena dapat memicu flare up kondisi autoimunnya, dan tetap melakukan pencegahan seperti pada populasi umumnya. Terapi pada pasien dengan penyakit autoimun yang terinfeksi Covid-19 juga tidak ada perbedaan dengan populasi pada umumnya. Beberapa pilihan terapi pada pasien penyakit autoimun justru menjadi bagian dari terapi Covid-19, seperti klorokuin atau hidroksiklorokuin yang diketahui mempunyai efek inhibisi terhadap SARS CoV2, atau anti IL-6 yang dilaporkan memberikan manfaat pada kondisi badai cytokine Covid-19.

Oleh:
Pembimbing: Dr. Ninuk Dian K., S.Kep.Ns., MANP.
Penulis: Kelompok 2 A3-2018

Sumber:

Burhan, E. dkk. (2020). PROTOKOL TATALAKSANA COVID-19 (P. D. P. I. (PDPI), P. D. S. K. I. (PERKI) P. D. S. P. D. I. (PAPDI) P. D. A. dan T. I. I. (PERDATIN), & I. D. A. I. (IDAI) (eds.); 1st ed.).

Cooper, T. J., Woodward, B. L., Alom, S., & Harky, A. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID‐19) outcomes in HIV/AIDS patients: a systematic review. HIV medicine, 21(9), 567-577.

Diah Handayani, Dwi Rendra Hadi, Fathiyah Isbaniah, Erlina Burhan, H. A. and Departemen (2020) ‘JURNAL RESPIROLOGI INDONESIA’, 40(10), pp. 871–877. doi: 10.1007/s13312-017-1152-9.

Diah Handayani, Dwi Rendra Hadi, Fathiyah Isbaniah, Erlina Burhan, H. A. and Departemen (2020) ‘JURNAL RESPIROLOGI INDONESIA’, 40(10), pp. 871–877. doi: 10.1007/s13312-017-1152-9.

Harzallah, I., Debliquis, A., & Drénou, B. (2020). Lupus anticoagulant is frequent in patients with Covid‐19: Response to Reply. Journal of Thrombosis and Haemostasis.

Sumarmi,S 2020. Harmonity of Nutrients to Improve Immunity Against Covid-19 : A Mini Review. IAGIKMI & Universitas Airlangga 4(3) ,250-256

Wulandari, N. A., & Setiyorini, E. (2016). Asuhan Keperawatan pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Zandman-Goddard, G., & Shoenfeld, Y. (2002). HIV and autoimmunity. Autoimmunity reviews, 1(6), 329-337.

Pin It
Hits 2885

Berita Terbaru