INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

MENGENAL “STUNTING” DAN DAMPAKNYA PADA TUMBUH KEMBANG ANAK

  • By
  • In Lihat
  • Posted 29 March 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 737

Stunting masih menjadi salah satu perhatian serius bagi pemerintah dan kementrian kesehatan Indonesia akhir-akhir ini. Stunting adalah situasi dimana terjadi kegagalan tubuh kembang pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga membuat tubuh anak menjadi lebih pendek dari anak-anak seusianya. Sebagian orang di Indonesia mungkin masih belum terlal familiar dengan istilah stunting. Padahal menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada rata-rata prevalensi balita pendek regional Asia Tenggara pada kurun waktu 2005-2017, Indonesia mendapatkan angka 36.4 dibawah India dengan skor 38.4. kondisi ini diukur dari Panjang ataupun dari tinggi badan yang lebih dari minus dua pada standar deviasi median standar pertumbuhan anak-anak dari WHO.

Kasus balita yang menderita stunting merupakan masalah gisi utama yang sedang dialami Indonesia. Prevalensi balita pendek di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27.5% menjadi 29.6% pada tahun 2017. Selain pertumbuhan yang terhambat, stunting juga dikaitkan dengan perkembangan otak yang kurang optimal sehingga dapat menyebabkan kemampuan mental dan belajar anak yang berkurang, serta berdampak pada prestasi anak yang buruk di sekolah.

“Kalau kita bicra stunting itu adalah suatu keadaan gagal tumbuh dan kembang. Nah, ini dua kata yang tidak bisa dipisahkan, jadi ada kegagalan pada pertumbuhannya dan kegagalan pada perkembangannya. Dan ini terjadi secara bersamaan baru kita katakana dia adalah stunting. Jika gagal pada pertumbuhannya indikatornya dilihat dari tinggi badan anak itu tidak mencapai menurut usianya. Jadi dia berada dibawah jaraknya dengan median rata-rata tinggi badan manusia” Jelas Dr.Rita Ramayulis, DCN., M.Kes. Seorang ahli gizi PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia.

Ia menambahkan, bahwa kondisi stunting di Indonesia termasuk kedalam keadaan yang cukup memprihatinkan, karena jumlah angka balita penderita stunting di Indonesia telah melebihi ketentuan maksimum yang ditetapkan oleh WHO. Angka ini nahkan melebihi persentasi stunting dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, hingga Thailand yang persentasinya dibawah standar WHO yaitu dibawah 20%.

Ciri stunting yang paling mudah diidentifikasi yaitu kurangnya tinggi badan. Namun, tinggi badan tidak selalu menandakan kasus stunting. Tanda lain yang mendukung antara lain anak yang menderita stunting lebih apatis, anak penderita stunting tidak mampu mempertahankan kontak mata yang merupakan dampak gangguan motorik dan psikomotorik. Dan jika dilakukan tes memori, kemampuan mengingat anak penderita stunting akan rendah, bahkan anak penderita stunting ketika beranjak dewasa, biasanya mereka mengalami keterlambatan pubertas jika dibandingkan dengan teman seusianya.

Dr. Rita menjelaskan, bahwa sebetulnya proses terjadinya stunting sudah dimulai dari masa kandungan. Namun, sebelum usia dua tahun baru dapat dilakukan diagnosis stunting walaupun gejala atau tanda-tandanya sudah mulai terlihat melalui pencapaian kecerdasan anak yang tidak optimal. Kemudian tinggi badan diusianya sudah mulai melihatkan keterlambatan dari anak-anak yang seusia dengannya.

Selain faktor asupan gizi yang tidak sesuai kebutuhan dalam jangka waktu panjang, faktor lain yang berperan dalam terjadinya stunting ialah infeksi. Infeksi ini bisa terjadi di berbagai macam jenis, seperti dire akut, infeksi saluran pernapasan, dan lain sebagainuya sehingga tubuh membutuhkan energi lebih untuk melawan infeksi tersebut namun asupan nutrisi tubuh tidak mencukupi sehingga terjadilah malnutrisi secara berkepanjangan. Infeksi juga bisa terjadi bisa karena lingkungan yang kotor, anak tidak diimunisasi dengan memadai.

Asupan nutrisi bisa terjadi karena faktor ekonomi, hingga ketidaktahuan orang tua tentang asupan gizi yang baik bagi anak maupun ibu hamil.

Peran orangtua dalam penanganan stunting sangat penting, maka dari itu diperlukan pengetahuan orangtua tentang asupan nutrisi dan pola asuh yang tepat. Anak tidak semata-mata hanya membutuhkan asupan makanan saja, namun juga pola asuh untuk menstimulasi emosionalnya dan stimulasi untuk menggiatkan sel-sel syarafnya. Jadi orangtua memang harus betul-betul peduli dengan pola asuh, asupan makanan, memberikan cinta yane lebih banyak, edukasi yang lebih baik, dan stimulasi yang lebih intens kepada anak. Dengan cara ini, maka anak penderita stunting sekalipun dapat jauh lebih siap bertahan untuk masa depannya sendiri.

Pin It
Hits 3268