INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Deteksi Molekuler Sarcoptes scabiei sebagai Awal Pengembangan Vaksin “Scabies”

  • By
  • In Lihat
  • Posted 30 July 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Scabies merupakan salah satu penyakit kulit menular dan bersifat zoonosis yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang berpengaruh pada masalah kesehatan masyarakat di dunia dan termasuk dalam emerging/re-emerging disease. Scabies umumnya disebut “itch mite” merupakan penyakit yang menyebabkan gatal hebat sehingga menyebabkan depresi dan kelelahan, serta bisa menurunkan system imun. Masalah scabies masih banyak di temukan di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Rendahnya tingkat higienitas dan sanitasi serta sosial ekonomi menjadi faktor pemicu kejadian scabies. Angka prevalensi scabies pada ternak bervariasi bisa mencapai 5% sampai 100% tergantung dari cara pemeliharaan, kondisi kandang, musim, kepadatan ternak dalam satu kandang serta tingkat kebersihan dari kandang.

Scabiesmerupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan reaksi alergi tipe I dan IV dengan menimbulkan gejala klinis gatal yang hebat, terbentuk eritema, papula, vesikula dan akhirnya, akan terjadi reaksi inflamasi yang diikuti oleh pembentukan eksudat dan terjadi keropeng atau pembentukan krusta. Akibat gejala tersebut akan sangat mengganggu dalam aktivitas ternak yang berakibat menurunnya produktivitas daging dan kualitas kulit. Diagnosis scabies pada ternak selama ini dilakukan secara konvensional dengan melakukan scraping kulit yang mengalami krusta, namun bisa mengalami kesulitan kalau infeksi ringan. Pengembangan penelitian berbasis molekuler merupakan cara untuk pengembangan diagnosis dini secara serologis dan vaksin sub-unit untuk penanggulangan scabies baik pada hewan maupun manusia.

Beberapa penelitian molekuler terhadap S.scabiei digunakan beberapa marker gen untuk mengkode DNA mitochondria seperti COX-1, ITS-2, 12S rRNA, 16S rRNA untuk karakterisasi secara molekuler terhadap S.scabiei melalui uji PCR, sequencing dan pohon phylogenetic untuk menganalisis tingkat homology dari sekuen nukleotida DNA mitochondria tungau S.scabiei dari berbagai isolate asal negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan karakterisasi molekuler dengan marker Second Internal Transcribed Spacer (ITS-2) DNA mitochondria Sarcoptes scabiei pada kelinci di beberapa daerah di Jawa Timur dengan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dilanjutkan dengan menganalisis hasil sekuensing nukleotida untuk menentukan tingkat homologi dan kekerabatan S.scabiei dari berbagai isolate data pada GenBank.

Gene ITS-2 memiliki beberapa kelebihan antara lain tingkat sensitivitasnya tinggi, tingkat evolusi cepat, serta sering digunakan untuk mendeteksi adanya mutasi genetik dari lokasi geografis yang berbeda. Metode yang dilakukan dalam riset ini antara lain: isolasi tungau S.scabiei dari kelinci yang mengalami crusta scabies dari beberapa daerah peternakan kelinci di Jawa Timur; ekstraksi DNA; amplifikasi PCR; analisis sequencing; analisis homologi dan pohon phylogenetic dengan program MEGA 7.

Hasil penelitian karakterisasi molekuler DNA mitochondria S.scabiei dengan ITS-2 sebagai marker menunjukkan produk PCR dari DNA mitochondria 304 bp sesuai target. Hasil analisis homologi menunjukkan identity sebesar 91.23%-98.68% dengan isolate S.scabiei dari China (KX695125.1). Hasil analisis pohon phylogenetic menunjukkan S.scabiei dari Jawa Timur, Indonesia mempunyai kedekatan dengan Capricornus crispus, isolat Jepang (AB820977.1), S.scabiei dari kelinci isolat China (KX695125.1 and EF514469.2) dan Ferral raccoons, isolat Jepang (AB36384.1) dan beberapa isolat lain yang ada pada data GenBank (NCBI). Perubahan komposisi urutan nukleotida terjadi pada S.scabiei dari daerah Surabaya, Nganjuk, Pasuruan, Sidoarjo and Mojokerto ditunjukkan adanya delesi dan substitusi dari basa amino, sedangkan yang mengalami mutasi kurang dari 10% (silent mutation) yang tidak berpengaruh pada patogenesitas scabies. Patogenesitas dipengaruhi oleh jumlah tungau yang menginfeksi, reaksi hipersensitivitas atau reaksi alergi dari induk semang akibat infeksi S.scabiei. Mutasi, delesi maupun substitusi bisa dipengaruhi oleh aktivitas tungau S.scabiei beradaptasi pada sel induk semang untuk membuat terowongan dalam stratum korneum serta memerlukan makanan selama masa siklus hidupnya. Mutasi juga bisa disebabkan karena perbedaan letak geografis dari berbagai daerah. Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat homologi semua sampel menunjukkan lebih dari 91.23% dengan isolate China (KX695125.1), dan bisa dilakukan penelitian lebih lanjut tingkat homologi untuk daerah lain pada peternakan kambing atau kelinci dengan tingkat kejadian scabies tinggi di Indonesia, sebagai pengembangan kit diagnostik maupun vaksin.

 

Sumber: http://news.unair.ac.id/2021/07/29/deteksi-molekuler-sarcoptes-scabiei-sebagai-awal-pengembangan-vaksin-scabies/

Sumber gambar: Suara Kalbar

Penulis: Prof. Dr. Nunuk Dyah Retno Lastuti, drh., M.S

Informasi lengkap dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Journal Basic Clinical Physiology Pharmacology

http://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0467 Lastuti NDR, Rusdiana N and Hastutiek P_Second internal transcribed spacer (ITS-2) as genetic marker for molecular characterization of Sarcoptes scabiei in rabbits from several areas of East Java, Indonesia. J Basic Clin Physiol Pharmacol 2021; 32(4): 701-705

 

Pin It
Hits 777