INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Pemanfaatan Air Bersih, Higiene Perorangan Pengasuh Balita, dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting

  • By
  • In Lihat
  • Posted 04 August 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Kualitas lingkungan berperan hingga sebesar 40% untuk mendukung tercapainya derajat kesehatan masyarakat secara paripurna. Tanah, air, dan udara merupakan parameter lingkungan yang menjadi perantara untuk menularkan, membawa, dan menyebarkan berbagai macam cemaran organik dan anorganik, hingga akhirnya akan berimbas ke manusia. Hal ini terbukti banyak ditemukan penyakit menular seperti diare, herpes, hepatitis A, dan TBC serta penyakit tidak menular seperti hipertensi, toxoplasma dan stunting, yang disebabkan karena interaksi manusia dengan salah satu parameter lingkungan yang telah tercemar. Oleh karena itu, kemajuan suatu bangsa dan negara lazim dikatakan dipengaruhi oleh interaksi timbal balik antara lingkungan dan manusia.

Dalam perspektif kesehatan lingkungan, kontak antara manusia dan lingkungan dapat dikurangi risiko nya dengan menerapkan standar sanitasi yang layak. Perilaku manusia yang berhubungan dengan sanitasi antara lain buang air besar sembarangan, pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga, ketersediaan air bersih dan air minum, cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, serta pengelolaan makanan. Data tahun 2020 menunjukkan bahwa masih terdapat 8,6 juta keluarga yang masih buang air besar sembarangan dan 4,5 juta berada di Pula Jawa. Sedangkan, data dari kementerian kesehatan menunjukkan jumlah desa di Indonesia yang telah terverifikasi Stop Buang Air Besar Sembarangan baru mencapai 16.194 desa atau hanya 20%. Indikator akses proporsi rumah tangga terhadap air bersih sudah cukup bagus dengan 79,5%. Akan tetapi, tidak ada jaminan bahwa air bersih tersebut sudah terbebas dari kontaminasi virus, bakteri, protozoa serta bahan kimia dan fisik. Situasi ini mengindikasikan risiko persebaran penyakit berbasis lingkungan masih berpotensi tinggi.

Stunting masih menjadi permasalahan gizi yang belum terselesaikan di Indonesia hingga saat ini. Balita yang menderita stunting dalam jangka panjang akan mengalami gangguan perkembangan fisik, mental, intelektual serta kognitif. Jika menderita stunting sampai usia 5 tahun, maka hingga dewasa akan mengalami gangguan tumbuh kembang dan berpotensi melahirkan keturunan dengan status berat badan bayi lahir rendah (BBLR). Dapat dibayangkan jika generasi penerus bangsa banyak yang mengalami stunting, maka dimasa depan kualitas SDM sangat rendah dan tidak akan mampu bersaing di kancah global. WHO menyatakan bahwa salah satu risiko yang menyebabkan stunting adalah kualitas sanitasi lingkungan yang buruk didukung rendahnya kesadaran menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Apabila dibiarkan akan menjadikan infeksi kronis seperti diare sehingga balita akan banyak kehilangan zat-zat gizi penting untuk masa tumbuh kembang. Jika dianalisis lebih dalam, maka sebenarnya risiko tersebut dapat diminimalisir serendah mungkin dengan berbagai intervensi perbaikan sanitasi lingkungan dan peningkatan kesadaran higiene perorangan. Tentu saja ini membutuhkan kolaborasi antar pemerintah serta stakeholder swasta.

Kabupaten Pasuruan telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai salah satu lokus stunting di Jawa Timur dengan prevalensi balita stunting sebesar 2.718. Penelitian yang kami lakukan mengambil secara acak 118 balita stunting dibandingkan dengan 118 balita normal. Analisis statistik menujukkan bahwa 1) pengasuh yang tidak mencuci peralatan makan minum balita dengan sabun dan air bersih mengalir maka balita memiliki risiko 2,726 kali lebih besar menderita stunting; 2) pengasuh yang tidak mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir maka balita memiliki risiko 2,52 kali lebih besar menderita stunting; 3) pengasuh yang tidak rutin memotong kuku maka balita memiliki risiko 0,544 kali lebih besar menderita stunting; dan 4) anggota keluarga merokok di dalam rumah maka balita memiliki risiko 0,473 kali lebih besar menderita stunting. Empat variabel tersebut seluruhnya dapat diupayakan untuk dicegah dengan intervensi spesifik ke keluarga, tentu saja peran kader kesehatan desa sangat vital untuk memantau keluarga yang sedang masa kehamilan sampai melahirkan. Hal yang perlu diteliti lebih lanjut adalah kulitas air bersih dan air minum yang berkualitas dan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme berbahaya dan bahan kimia. Tentu saja selain faktor lingkungan, asupan gizi seimbang serta kualitas ASI-MP ASI juga perlu diperhatikan dengan seksama. Pada akhirnya, upaya untuk menciptakan generasi emas dengan tumbuh kembang yang bagus dapat dicapai dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, keluarga, elemen masyarakat serta dukung stakeholder swasta.

 

Sumber: http://news.unair.ac.id/2021/08/03/pemanfaatan-air-bersih-higiene-perorangan-pengasuh-balita-dan-kebiasaan-merokok-anggota-keluarga-sebagai-faktor-risiko-kejadian-stunting/

Sumber gambar: Masrawy

Penulis: Aditya Sukma Pawitra, S.KM., M.KL

Link Artikel : https://e-journal.unair.ac.id/JKL/article/view/24072

Publish : Vol 13 No 1 Tahun 2021

JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN (AKREDITASI SINTA 2)

 

Pin It
Hits 390