INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Art Therapy sebagai upaya stimulasi tumbuh kembang anak usia sekolah dengan Leukimia (LLA)

  • By
  • In Lihat
  • Posted 16 August 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 737

Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orangtua agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta sesuai dengan umurnya. Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak tanpa stimulasi terarah bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti visual (penglihatan), verbal (berbicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak. (Dewi, 2015)

Umumnya anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan normal ketika kebutuhannya terpenuhi, seperti makan-makanan bergizi, beraktivitas di lingkungan dengan bermain, mempelajari hal-hal baru, hingga istirahat dan tidur yang cukup. Namun ketika anak mengalami suatu penyakit, proses bertumbuh dan berkembang akan terhambat. Beberapa penyakit seperti demam, flu, dan beberapa lainnya mungkin sudah sering ditemui, namun jika itu terjadi secara terus-menerus walau sudah diobati, tentu orangtua akan menjadi khawatir terkait kondisi kesehatan anaknya. Anak dengan penyakit serius tidak kunjung sembuh perlu diwaspadai dan segera dilakukan pemeriksaan kesehatan. Salah satu contoh penyakit yang perlu diwaspadai orangtua terhadap anaknya adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA).

Apa itu LLA ? Persentase penderita LLA?

Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan salah satu jenis penyakit leukemia atau kanker darah yang paling sering terjadi pada anak-anak. LLA terjadi karena adanya keganasan dan perbanyakan sel di sumsum tulang, darah, dan extramedullary sites (hati dan limfa). Kanker menjadi penyebab utama kematian yang terjadi pada anak-anak, dan hampir separuh dari semua penyakit kanker yang diderita pada masa kanak-kanak. (Yulianti, 2020) Kasus kanker anak di Indonesia mencapai sekitar 11.000 kasus setiap tahunnya, dan leukemia merupakan kanker tertinggi pada anak dengan insiden 2,8 per 100.000 penduduk. (Yulianti, 2020) Kasus leukemia merupakan kasus kanker terbanyak dengan urutan kesembilan di Indonesia. (WHO, 2018) World Health Organization (WHO) juga menyebutkan bahwa prevalensi kanker darah atau leukemia di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 35.870 kasus mencakup semua usia, baik laki-laki maupun perempuan.

Apa saja tanda dari LLA?

Leukemia Limfoblastik Akut memiliki tanda-tanda yang membuat anak sering kali mengalami kelelahan dan cenderung lemah, kondisi tampak pucat, nafsu makan menurun dan cenderung mengalami penurunan berat badan. Selain itu juga dapat menunjukan tanda-tanda serius seperti mengeluhkan nyeri pada sendi dan tulangnya, mudah mengalami memar hingga terjadi perdarahan terutama pada hidungnya (mimisan), mengalami pembengkakan pada bagian wajah dan tangan, muncul kesulitan bernapas, mengalami batuk, sakit kepala dan muntah, hingga terjadi pembesaran hati dan limpa.

Apa yang dapat terjadi jika seorang anak mengidap LLA?

Seorang anak mungkin mengalami komplikasi dari leukemia atau dari pengobatan leukemia. Masalah yang muncul mungkin dialami dalam jangka pendek atau jangka panjang. Pengobatan dan perawatan dapat menyebabkan banyak efek samping, bisa berdampak kecil hinnga serius, bahkan dapat mengancam jiwa. Komplikasi yang dapat muncul pada LLA adalah perdarahan seperti mimisan, dan gusi berdarah. Pengidap penyakit ini mengalami perdarahan karena rendahnya jumlah sel darah merah yang dibekukan di dalam darah. Selain perdarahan, infeksi juga menjadi salah satu komplikasi, karena lemahnya sistem kekebalan tubuh yang dimiliki akibat dari kurangnya sel darah putih yang matang.

Komplikasi dan gejala penyakit dapat menurunkan kemampuan anak dalam beraktivitas, termasuk masa pengobatan dan perawatan yang membuat anak hanya beraktivitas dalam rumah sakit. Namun hal itu tidak mengartikan bahwa anak tidak akan dapat bertumbuh dan berkembang lagi. Orangtua perlu membantu anak tetap beraktivitas untuk tetap bertumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya, dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan bermain. Bermain merupakan salah satu terapi yang dapat menstimulasi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Apa yang dapat dilakukan supaya anak tetap dapat bertumbuh dan berkembang?

Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni, material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa pensil, kapur berwarna, cat warna, potongan-potongan kertas, dan tanah liat. Art therapy dapat digunakan dalam setting klinis dengan beragam populasi termasuk anak-anak, orang dewasa, dan keluarga (Malchiodi, 2018). Art therapy adalah pelayanan kesehatan mental dan manusia yang terpadu secara langsung dapat dilakukan secara individu, keluarga dan kelompok dengan mencoba membuat karya seni, proses kreatif, mengaplikasikan teori psikologi dan pengalaman hidup seseorang dengan pendekatan psikoterapeutik. (Sarah, 2017).

Kegiatan art therapy mencakup berbagai kegiatan seni seperti menggambar, melukis, memahat, gerakan-gerakan kreatif, drama, puisi, fotografi, melihat dan menilai karya seni orang lain.

Art therapy kemudian menjadi salah satu pilihan terapi yang dapat diberikan kepada anak yang mengalami penyakit kronis. Melalui gambar, mereka diharapkan dapat mengekspresikan perasaan mereka agar selanjutnya dapat menjadi proses self-healing (Malchiodi, 2001). Art, menurut Elinor Urman (dalam Judith A.Rubin, 2009) adalah proses penemuan diri sendiri dengan dunia luar, sehingga dapat terbina hubungan di antara keduanya atau dengan kata lain art therapy adalah proses penstabilisasian antara keadaan internal dan eksternal atau yang disebut dengan inner dan outer world. Dengan demikian proses art therapy diharapkan dapat menjadi media penyelarasan kedua dunia tersebut. Sementara itu, terapi adalah sebuah prosedur yang dirancang untuk memunculkan perubahan dalam perilaku dan kepribadian atau dalam kehidupan sehingga art therapy adalah penggabungan dari kedua istilah tersebut dimana art digunakan sebagai terapi. American Art Therapy Association (AATA, 2009) mengatakan bahwa art therapy adalah sebuah proses terapi untuk meningkatkan dan mencapai kondisi fisik, mental, dan emosional yang baik. Hal ini didasarkan pada adanya proses kreatif yang tercakup dalam pengekspresian diri (Cindy, 2014).

Art therapy dapat dilakukan dengan beberapa tahapan sesuai dengan sesinya, yaitu: (Sari, 2016)
1. Sesi I
Kegiatan : Finger Puppet (unfreezing)
Tujuan : Mengakrabkan hubungan perawat dan anak
Proses : Perawat mengajak anak untuk bersama-sama memainkan figur finger puppet.
2. Sesi II
Kegiatan : Dot to Dot Exercise (unfreezing)
Tujuan : Mengakrabkan hubungan perawat dan anak
Proses : Perawat meminta anak untuk menghubungkan titik-titik menjadi sebuah gambar yang utuh.
3. Sesi III
Kegiatan : Pictorial Stimuli (unfreezing)
Tujuan : Sebagai warming up untuk anak mengekspresikan diri
Proses : Anak diminta untuk memilih beberapa gambar yang kemudian dihubungkan dengan icon perasaan; senang, sedih, cemas, dan marah. Kemudian, anak diminta untuk bercerita atau memberi alasan dari icon yang dipilih.
4. Sesi IV
Kegiatan : Body Image (doing)
Tujuan : Memberi media art sebagai media bagi anak untuk berekspresi mengenai kondisinya, dan mengetahui apa yang dipikirkannya serta merasakan mengenai hal tersebut
Proses : Perawat meminta anak untuk menggambar tubuhnya yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki. Kemudian, anak diminta untuk menambahkan detail gambar.
5. Sesi V
Kegiatan : Guided Imagery (doing)
Tujuan : Membantu anak untuk melepaskan kecemasannya dengan membawanya langsung ke dalam situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut
Proses : Perawat meminta anak untuk membayangkan situasi ketika anak sedang menjalankan pengobatan (kemoterapi), dan meminta anak untuk menggambarkannya.
6. Sesi VI
Kegiatan : Guided Imagery II (doing)
Tujuan : Mengajak anak membayangkan hal yang menyenangkan untuk menetralisir kecemasan (sebagai follow up)
Proses : Perawat meminta anak untuk membayangkan hal yang menyenangkan saat sedang menjalankan pengobatan (kemoterapi).
7. Sesi VII
Kegiatan : Variasi Art (doing)
Tujuan : Melepaskan kecemasan anak terhadap pengobatannya (disuntik) agar anak memperoleh pengalaman yang berbeda untuk melepaskan kecemasannya
Proses : Perawat meminta anak untuk menyemprotkan tinta cair di kertas menggunakan jarum suntik, dengan bimbingan perawat.
8. Sesi VIII
Kegiatan : Dialoguing
Tujuan : Mendiskusikan seluruh proses terapi dan hal-hal yang ada di dalamnya untuk memastikan anak memperoleh sebuah kemajuan dalam permasalahannya
Proses : Perawat mer-review kembali seluruh proses terapi untuk mendapatkan feedback lebih lanjut dan mencoba untuk berbicara dengan anak menanyakan apakah anak masih mengalami kecemasan.
9. Sesi IX
Kegiatan : Ending and Integrating
Tujuan : Memberi kesimpulan dan pengintegrasian keseluruhan proses terapi
Proses : Perawat memberi tahu anak bahwa terapi telah berakhir dan menanyakan bagaimana perasaan anak, dan menceritakan rangkuman keseluruhan terapi dan menyampaikan harapan atau motivasi agar anak tidak cemas lagi.
Adanya setiap sesi pada art therapy membantu menstimulus anak untuk bertumbuh dan berkembang secara perlahan sesuai dengan kondisinya. Sesi-sesi tersebut membantu orangtua/ keluarga/ dan perawat untuk mengetahui pada tahap mana anak telah memahami suatu hal. Sehingga anak yang sedang mengalami perawatan di rumah sakit pun, keluarga tidak perlu khawatir jika anaknya tidak dapat bertumbuh dan berkembang sedikipun, karena akan ada terapi yang dapat membantu tumbuh kembang anak sesuai dengan kondisi dan kenyamanannya, termasuk salah satunya adalah dengan art therapy.

Fasilitator : Dr. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes
Penulis : Kelompok 3.6 PKK 3 Angkatan 2018

Referensi
Cindy, A. R. (2014). Pengaruh Art Therapy Terhadap Peningkatan Keterampilan Sosial Pada Anak Jalanan Di Jalan Tanjung Putrayudha II Malang. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Malang.
Dewi, R. &. (2015). Teori & Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Todler, Anak dan Usia Remaja. Yogyakarta : Nuha Medika.
Fernandes, Andrye. (2020). Kelelahan pada Anak dengan Leukimia Limfoblastik Akut dalam Menjalanu Kemoterapi Fase Induksi. Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis Health Journal) Vol. 7 No. 1:69-74.
Juniasari, Clara., et al. (2020). Klasifikasi Morfologi Leukimia Limfoblastik Akut Berhubungan dengan Kejadian Relaps pada Pasien Anak. Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 2 No. 1:1-5.
Malchiodi, Cathy. (2018). Art Therapy Changes Lives.
Sarah. (2010). Kajian Teoritis Pengaruh Art Therapy Dalam Mengurangi Kecemasan Pada Penderita Kanker. Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 18, No. 1, 2010: 29 – 35 ISSN: 0854‐7108
Sari, N. Penerapan Art Therapy Pada Anak Penderita Leukimia Yang Mengalami Kecemasan. Kognisi Jurnal, Vol.1 No.1 Agustus 2016 University of Rochester Medical Center Health Encyclopedia (https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeID=90&ContentID=P02324 diakses pada Rabu, 4 Agustus 2021 pukul 21:25)
Yenni. 2014. Rehabilitasi Medik pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut. Vol 6. No 1. Jurnal Biomedik (JBM). hlm. 1-7
Yulianti, Eva., Nurhayati Adnan. (2020). Faktor-faktor Prognostik Kesintasan 5 Tahun Leukimia Limfoblastik Akut pada Anak Usia 1-18 Tahun. PROMOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 10 No. 2:86-96.

Pin It
Hits 1982