INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Keterlambatan Penanganan Batu Saluran Kemih Berukuran Besar yang dapat Memicu Munculnya Kanker Saluran Kemih

  • By
  • In Lihat
  • Posted 21 September 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Batu saluran kemih (urolitiasis) merupakan penyakit yang umum terjadi di dunia. Studi epidemiologi menyatakan prevalensi urolitiasis antara 4-20% di negara berkembang. Batu ini bisa terbentuk di ginjal, ureter, atau kandung kemih. Batu kandung kemih sendiri bertanggung jawab atas 5% dari batu saluran kemih. Neoplasma kandung kemih bersamaan dan batu kandung kemih jarang terjadi dalam praktik urologi kontemporer. Karsinoma sel skuamosa (SCC) adalah diagnosis histopatologis kandung kemih yang jarang, hanya 2% -3% dari semua kanker kandung kemih.

Sebuah kasus dengan presentasi klinis yang langka ini telah dilaporkan, dan perlu menjadi perhatian baik para ahli urologi, maupun masyarakat. Pasien laki-laki berusia 45 tahun, dengan nyeri perut bagian bawah saat buang air kecil, yang hilang dan timbul dalam 35 tahun terakhir. Pasien mengalami kencing berwarna merah (darah) setahun yang lalu. Pasien berasal dari daerah pedesaan, sehingga kondisi tersebut tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa padat suprapubik abdomen berukuran 20×10 cm. Pada pemeriksaan radiografi polos, tampak lesi radiopak yang menempati seluruh kandung kemih. USG menunjukkan hidronefrosis bilateral. Pada penderita batu kandung kemih dengan ukuran >2 cm, dianjurkan untuk mengeluarkan batu melalui prosedur pembedahan terbuka. Pasien menjalani vesicolithotomy (bedah terbuka pada kandung kemih), dan didapatkan batu berukuran sangat besar (14 × 9 cm), dengan temuan insidental berapa massa yang dicurigai ganas. Berdasarkan diameter, batu yang ditemukan merupakan salah satu yang terbesar yang pernah dilaporkan terkait dengan keganasan kandung kemih.

Terkait dengan adanya massa curiga ganas, kistektomi radikal (pengambilan kandung kemih) direncanakan untuk dilakukan, namun pasien menolak. Dalam situasi terbatas, ahli urologi mungkin menghadapi beberapa kondisi seperti: pasien tidak layak untuk operasi, pertimbangan untuk menghindari morbiditas terkait kistektomi, atau penolakan pasien. Studi sebelumnya melaporkan sekitar 45% pasien kanker kandung kemih tidak menjalani sistektomi radikal karena penolakan pasien. Pada kasus ini, ahli urologi memutuskan untuk melakukan tindakan eksisi tumor lengkap dan pemeriksaan histopatologi. Diagnosis patologis massa adalah karsinoma sel skuamosa derajat 2 dengan invasi lamina muskularis, stadium pT3bN0M0.

Terapi preservasi kandung kemih dapat menjadi pilihan pengobatan alternatif dengan tetap menjaga kualitas hidup pasien. Kriteria ideal untuk terapi pelestarian kandung kemih meliputi: massa soliter, volume rendah, stadium T2 atau di bawahnya, tidak adanya karsinoma in situ, tidak ada hidronefrosis, dan reseksi maksimal dengan pengawasan rutin. Modalitas terapi tambahan seperti kemoterapi dan rejimen terapi radiasi dapat meningkatkan hasil terapi preservasi kandung kemih. Kasus pada pasien tersebut tidak sepenuhnya memenuhi kriteria ideal, dengan stadium T3b, dan hidronefrosis bilateral. Pada akhirnya prosedur kistektomi radikal tidak dilakukan, namun dengan pemberian kemoterapi adjuvant (gemcitabine/cisplatin), serta pemantauan yang ketat.

Pasien diobservasi dalam 3 hari pasca operasi, untuk memastikan tidak ada kebocoran. Keluhan pasien pasca operasi hanya nyeri pada bekas operasi. Pada kunjungan tindak lanjut, pasien tidak memiliki keluhan klinis yang signifikan, bersama dengan tes fungsi ginjal terkoreksi. Kami mengeksplorasi perspektif pasien tentang rencana kistektomi radikal, pengalihan urin, pemulihan pasca operasi, dan menyoroti kemungkinan risiko selama prosedur. Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan setelah menerima informasi yang memadai, namun pasien tetap menolak kistektomi radikal. Kemudian, diputuskan untuk mempertimbangkan kembali pengobatan dengan kemoterapi ajuvan. Tindak lanjut yang ketat dilakukan sambil mempertimbangkan dan mendiskusikan kemungkinan kistektomi radikal di masa depan. Ahli urologi secara berkala mengevaluasi gambaran klinis (tanda hematuria, massa, dan metastasis), penilaian radiologis (termasuk CT Scan dada), surveilans berkala, dan sistoskopi. Pasien berkemih secara normal dengan keluaran urin normal, meskipun gejala saluran kemih ringan, yang membaik dalam beberapa minggu. Pasien tetap asimtomatik, tanpa bukti residual atau berulang, selama tiga bulan berikutnya. Kemungkinan kistektomi radikal di masa depan tetap terbuka.

Meskipun jarang, SCC bersama dengan batu kandung kemih kronis mungkin terjadi, dan membutuhkan lebih banyak perhatian. Peradangan kronis akibat batu kandung kemih dapat berkontribusi pada perkembangan SCC. Infeksi saluran kemih berulang harus dicurigai sebagai batu kandung kemih. Pasien ini mengalami batu kandung kemih raksasa, karena keterlambatan diagnosis dalam jangka waktu yang lama. Karsinoma sel skuamosa (SCC) menyumbang hanya <5% dari kanker kandung kemih. Laki-laki, dan merokok tetap menjadi faktor risiko utama. Kanker kandung kemih dikaitkan dengan proses peradangan kronis yang berkontribusi pada metaplasia sel skuamosa, dan displasia. Batu kandung kemih mengakibatkan cedera mukosa kronis yang menginduksi perkembangan SCC. Dalam kasus kami, SCC menyerang lamina muskularis (jaringan otot).

Pada akhirnya, batu kandung kemih raksasa adalah penyakit langka dalam praktik klinis urologi modern. Dalam beberapa kondisi, gejala batu kandung kemih tidak spesifik dan seringkali tanpa gejala, yang mengarah ke kasus yang tidak terdiagnosis. Ukuran batu yang sangat besar membuat operasi terbuka menjadi satu-satunya terapi alternatif. Batu kandung kemih dapat menyebabkan cedera mukosa kronis yang mengarah pada perkembangan SCC. Meskipun temuan batu kandung kemih dan SCC kandung kemih yang bersamaan sangat jarang, kondisi ini masih mungkin terjadi. Topik ini memerlukan pembahasan dan evaluasi lebih lanjut, khususnya dalam penanganannya.

 

Sumber: http://news.unair.ac.id/2021/09/20/keterlambatan-penanganan-batu-saluran-kemih-berukuran-besar-yang-dapat-memicu-munculnya-kanker-saluran-kemih/

Sumber gambar: Liputan6

Penulis: Septa Surya Wahyudi, dr, SpU; Achmad Romy Syahrial Rozidi, dr; Rahmat Sayyid Zharfan, dr; Dr. Dewi Setyowati, S.Keb., Bd., M.Ked.Trop.

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2210261221000845

Wahyudi, S.S., Rozidi, A.R.S., Zharfan, R.S. and Setyowati, D., 2021. Giant bladder stone with squamous cell carcinoma of bladder: Case report and the literature review. International Journal of Surgery Case Reports. Volume 79, February 2021, Pages 379-385. https://doi.org/10.1016/j.ijscr.2021.01.082

 

Pin It
Hits 811