INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Hal-hal yang Perlu Kamu Perhatikan agar Terjaga Kesehatan Paru-paru serta Mengatasi Gejala Sesak karena Batuk Berdahak

  • By
  • In Lihat
  • Posted 16 December 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Pernah merasakan sulit bernafas yang sangat menyiksa? Ya, kamu sedang mengalami sesak nafas. Ketika paru-paru tidak mendapatkan cukup pasokan udara, kamu akan merasa sesak nafas atau kesulitan bernafas. Akibatnya, napasmu jadi cepat, dangkal, dan kadang berbunyi ‘ngik-ngik’. Selain itu, juga terasa nyeri seperti ada yang melilit tali erat-erat di sekeliling dada. Cara mengatasi sesak nafas karena batuk berdahak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu nonfarmakologi dan farmakologi. Namun, untuk cara farmakologi kamu harus melakukan konsultasi ke pelayanan kesehatan terlebih dahulu. Kedua cara tersebut saling berkaitan dan dapat mendukung terlaksananya proses penyembuhan relatif lebih cepat.

Disamping itu, penting bagi kita untuk memperhatikan kualitas udara dan kebiasaan yang mempengaruhi sistem pernafasan kita. Polusi udara yang terjadi dipicu dari debu, asap kendaraan bermotor, dan asap rokok. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di atas dengan cara umum sebagai berikut:

1. Mengubah Perilaku dengan Berhenti Merokok

Menurut WHO, Indonesia merupakan negara ketiga dengan presentase perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% di antaranya berasal dari negara berkembang. Saat ini 50% kematian akibat rokok berada di negara berkembang. Bila kecenderungan ini terus berlanjut, maka sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok, yang setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan umur hidup (lost life) sebesar 20 sampai 25 tahun (RI, 2015).

Penelitian Guan, et.al., di China mengemukakan 58% penderita Covid-19 adalah laki-laki yang merupakan perokok aktif (rata-rata perokok laki-laki 20x lipat daripada perempuan). Merokok juga dapat menyebabkan seorang perokok mengalami Covid-19 yang berat. Risiko mengalami Covid-19 yang berat adalah dua kali lipat pada seorang yang merokok dibandingkan dengan seorang yang bukan perokok (Vardavas and Nikitara, 2020).

Merokok memiliki dampak yang berbahaya pada kesehatan manusia. Kebiasaan merokok tidak hanya merugikan perokok itu sendiri, tetapi juga mengancam masyarakat di sekitarnya. Kandungan rokok menyebabkan kerusakan dan berbagai macam penyakit di mulut seperti periodonitis (infeksi pada gusi), penyakit kerongkongan seperti faringitis (infeksi faring) dan laringitis (infeksi laring atau pita suara), penyakit di bronkus seperti bronkitis (infeksi bronkus), dan penyakit pada paru – paru seperti kanker paru, penyakit paru obstruktif (Aula & Lisa, E., 2015).

Pada saat merokok, terjadi suatu proses pembakaran tembakau dan Nikotina tabacum dengan mengeluarkan polutan partikel padat dan gas yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok maupun orang sekitar adalah tar (balangkin), nikotin, karbon monoksida (CO) atau asap rokok, nitrogen sianida, benzopirin, dimetil nitrosamine, N-nitroson nik otin, katekol, fenol dan akrolein. Asap rokok merangsang sekresi lendir sedangkan nikotin akan melumpuhkan silia sehingga fungsi pembersihan jalan nafas terhambat. Kelumpuhan silia akan mengakibatkan sekresi lendir menumpuk sehinggga terjadi batuk, disertai dahak banyak dan sesak napas.<p/ Maka dari itu, anda harus mengubah perilaku dengan berhenti dari merokok. Beberapa tips intervensi berhenti merokok yakni: 1) mewujudkan niat positif para perokok untuk berhenti merokok 2) memberikan banyak dukungan berhenti merokok 3) memberikan keterampilan untuk mengubah kebiasaan, seperti menolak ajakan merokok.

2. Optimalisasi Ventilasi

Salah satu cara mengatasi pencegahan bahaya pada gangguan pernapasanan adalah dengan mengoptimalisasi ventilasi. Cara yang dapat dilakukan adalah mencegah dari paparan polusi dan asap rokok seperti sebagai berikut :

Yang pertama dari paparan polusi dengan melakukan hal-hal seperti

  • Kurangi aktivitas luar ruangan. Semakin sering beraktivitas diluar ruangan, semakin besar pula paparan terhadap polusi udara. Kelompok yang sensitif terhadap polusi udara adalah anak-anak, orang tua, ibu hamil dan orang dengan penyakit jantung atau paru.
  • Gunakan masker
  • Jika memang harus beraktivitas di luar ruangan, gunakan penyaring udara atau pelindung seperti masker agar tidak terpapar langsung.
  • Tutup akses udara luar. Saat berada di dalam ruangan, tutup akses udara luar dengan menutup jendela dan menutup pintu. Cara ini dapat menjaga udara di dalam ruangan tidak terlalu banyak terpapar polusi.
  • Gunakan alat pembersih udara

Selain dari paparan polusi, juga perlu menghindari asap rokok dengan melakukan

  • Menghindari asap rokok dalam rumah
  • Satu rumah dengan perokok aktif dan pasif dapat meningkatkan risiko terpapar asap rokok. Asap ini juga memiliki dampak buruk untuk anak-anak. Perlu diingat bahwa meskipun para perokok mengisap merokok di luar rumah, asap rokok tetap akan menempel di pakaian dan kulit. Racun masih bisa berterbangan di udara ketika seseorang yang telah merokok kembali ke dalam rumah.
  • Menggunakan masker saat keluar rumah. Menggunakan masker adalah salah satu upaya pencegahan dan mengurari terpapar asap rokok yang dapat membahayakan pernapasan.
  • Berolahraga secara teratur. Berolahraga secara teratur sudah menjadi bagian dari gaya hidup sehat, yang tentunya penting untuk menjaga kesehatan paru-paru. Bagi yang merokok, maupun yang memiliki penyakit paru kronis, berolahraga bisa membantu proses restorasi paru dan berkontribusi terhadap mempercepat kesembuhan gangguan pernapasan akibat asap rokok.
  • Buka semua jendela ruangan. Bukalah semua jendela agar udara segar bisa masuk, buanglah semua sampah, dan singkirkan furnitur yang rusak akibat asap Menggunakan alat untuk membersihkan udara di ruangan, seperti air purifier untuk menjaga udara yang idhirup tetep bersih dan bebas polusi

3. Fisioterapi Dada dan Batuk Efektif sebagai Upaya dalam Mengatasi Produksi Lendir / Dahak

Gangguan saluran pernafasan sering terjadi peningkatan produksi lendir yang berlebihan pada paru-paru, lendir/dahak sering menumpuk dan menjadi kental sehingga sulit untuk dikeluarkan, terganggunya transportasi pengeluaran dahak ini dapat menyebaban penderita semakin kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya. Hal tersebut menimbulkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu ketidakmampuan membersihkan sekresi atau penyumbatan pada saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas (Herdman, 2018). Obstruksi saluran napas disebabkan oleh menumpuknya sputum pada jalan napas yang akan mengakibatkan proses udara masuk dan keluar dari paru-paru menjadi tidak adekuat. Untuk itu perlu dilakukan tindakan memobilisasi pengeluaran sputum agar proses pernapasan dapat berjalan dengan baik guna mencukupi kebutuhan oksigen tubuh (Endrawati, Aminingsih S, & Ariasti D, 2014). Salah satu intervensi keperawatan yang bisa diterapkan untuk membersihkan sputum pada jalan napas adalah fisioterapi dada dan batuk efektif.

Menurut Muttaqin (2008), batuk efektif adalah aktivitas untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Manfaat batuk efektif untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sektet dalam hidung, timbul akibat adanya infaksi pada saluran pernapasan maupun karena jumlah penyakit yang diderita seseorang. Latihan batuk efektif merupakan aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi pada jalan napas. Pemberian latihan batuk efektif dilaksanakan terutama pada klien dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dan masalah resiko tinggi infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang berhubungan dengan akumulasi sekret pada jalan napas yang sering disebabkan oleh kemampuan batuk yang menurun.

Fisioterapi dada merupakan kumpulan teknik atau tindakan pengeluaran sputum yang digunakan, baik secara mandiri maupun kombinasi agar tidak terjadi penumpukan sputum yang mengakibatkan tersumbatnya jalan napas dan komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan fungsi keluar masuknya udara dari paru-paru. (Hidayati.,dkk, 2014). Fisioterapi dada merupakan tindakan drainase postural, pengaturan posisi, serta perkusi dan vibrasi dada yang merupakan metode untuk memperbesar upaya klien dan memperbaiki fungsi paru.

4. Penggunaan Bronkodilator sebagai Upaya Melegakan Pernapasan

Bronkodilator adalah obat-obat yang meningkatkan VEP1 dan/atau mengubah variabel spirometri lainnya. Obat ini bekerja dengan mengubah otot halus saluran napas dan memperbaiki aliran ekspirasi dalam merefleksikan pelebaran saluran udara. Bronkodilator cenderung mengurangi hiperinflasi dinamis saat istirahat dan selama latihan, dan meningkatkan kinerja olahraga (GOLD, 2017).

Bronkodilator adalah andalan terapi untuk PPOK. Bronkodilator hanya menyebabkan sedikit ( Bronkodilator sering digunakan pada PPOK, baik secara kronis maupun saat diperlukan untuk "penyelamatan." Tidak seperti pasien asma yang mengalami dyspnea saat bronkospasme akut terjadi, pasien dengan PPOK paling sering mengalami dyspnea sehingga membutuhkan peningkatan pernapasan. Daripada mengobati episode "penyelamatan" tersebut dengan obat, lebih tepat untuk melakukan pencegahan, jika mungkin, dengan pemeliharaan therapy. Untuk tujuan tersebut, long-acting bronkodilator mungkin baik lebih nyaman dan lebih efektif, dan penggunaannya dianjurkan. Saat penyelamatan diperlukan, obat dengan efek yang cepat dapat diberikan (Shapiro, Reilly, & Rennard, 2010).

5. Konsultasi ke Pelayanan Kesehatan

Jika mengalami sesak nafas dan batuk berdahak yang memburuk atau terjadi pada waktu yang lama, maka harus periksa secepat mungkin. Konsultasi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain, memiliki gejala kekambuhan dimana gejala tiba-tiba memburuk atau tidak membaik dengan obat. Dalam pemeriksaan akan dikaji atau ditanya mengenai riwayat kesehatan termasuk riwayat merokok, asma atau paparan terhadap polutan. Jika dicurigai menderita gangguan pernapasan misalnya PPOK, maka akan merujuk ke dokter spesialis paru untuk pengobatan.

Untuk mencegah gejala gangguan pernapasan (sesak) yang lebih serius ada baiknya seseorang dengan gangguan pernapasan akut maupun kronik melakukan monitor kondisi diri sendiri di rumah seperti cek frekuensi napas dengan alat bernama pulse oxymeter 2 kali sehari. Jika gejala sesak napas muncul disertai dengan keluhan berikut

- Demam
- Jantung berdebar
- Bibir, ujung jari maupun kuku berwarna kebiruan
- Napas tersengal sampai tidak bisa berbicara
- Linglung, sulit berkonsentrasi, penurunan kesadaran atau pandangan tiba-tiba kabur

Sebaiknya segera diperiksakan untuk diberi penanganan berupa terapi oksigen maupun tindakan farmakologi/non farmakologi lainnya.

 

Oleh Kelompok 14 PKK II:

1. Ayu Shania 131911133064
2. Miftahul Jannah 131911133065
3. Monica Juni B 131911133088
4. Nabila Salma Q. A 131911133087
5. Ratna Dhelva I. W. 131911133089
6. Wildan Kurniadi Rohman 131911133090

 

Daftar Pustaka

Amila, A., Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Nadeak, Y. L. (2021). Peningkatan Pengetahuan Orang Tua Tentang Bahaya Merokok Dalam Rumah Dan Pencegahan Ispa Pada Balita. Jukeshum: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), 65-70.

Ardiyanti, P. D. dkk. 2020. Gambaran Pengetahuan Perilaku Merokok Di Masa Pandemi COVID-19 pada Kalangan Remaja Laki-laki Di Wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Jakarta: Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia (JIKSI), 1 (2), Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Aryani, N., & Syapitri, H. (2018). Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Di Dalam Rumah Dengan ISPA Pada Balita Di Puskesmas Helvetia Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 3(1), 29-37.

Aryayuni, Chella., dan Tatiana Siregar. (2015). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasaan Di Poli Anak RSUD Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2(2): 34-42

Barnes, P. J. (2000). Chronic Obstructive Pulmonary Disease. The New England Journal of Medicine , 269-280.

Endrawati, Aminingsih S, dan Ariasti D. 2014. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap Kebersihan Jalan Napas pada Pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko Wonogiri. Kosala. Volume 2 Nomor 2 September 2014. Hal: 28

Fachrucha, Fanny dkk. 2021. Jurnal Respirologi Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 41 (1).

Gobel, Satria dkk. 2020. Bahaya Merokok Pada Remaja. Jakarta: Jurnal Abdimas, 7 (1), Universitas Esa Unggul.

Gold. (2017). Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease 2017 Report. USA: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease.

Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : defenisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Hidayati, R, Dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid I. Jakarta: Erlangga Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Ruhyat, Ejeb. 2021. Perilaku Merokok Di Masa Covid-19. Bandung: Jurnal Sehat Masada, 15 (1), STIKes Dharma Husada.

Shapiro, S. D., Reilly, J. J., & Rennard, S. I. (2010). Chronic Bronchitis and Emphysema. Dalam R. J. Mason, V. C. Broaddus, T. R. Martin, T. E. King, D. E. Schraufnagel, J. F. Murray, et al., Murray and Nadel's Textbook of Respiratory Medicine (hal. 919-967). Philadelphia: Saunders, Elsevier.

 

Pin It
Hits 3338