INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Pencegahan Demensia pada Lansia

  • By
  • In Lihat
  • Posted 21 December 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif (pengetahuan ataupun kesadaran) yang sedemikian beratnya sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran pengetahuan ataupun kesadaran pada demensia biasanya di awali dengan kemunduran memori atau daya ingat sehingga pada hal ini membuat individu menjadi mudah lupa. Fungsi kognitif merupakan modal utama individu dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari. Kehilangan kemampuan fungsi kognitif menyebabkan individu kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi akibat kerusakan struktur otak atau fungsi otak pada penyakit-penyakit saraf dalam siklus kehidupan (Suryatika & Pramono, 2019). Faktor resiko terjadinya demensia antara lain usia, konsumsi alkohol, sindrom down, genetik, hipertensi, depresi dan merokok. Menurut (Nurfianti & An, 2020), lansia dengan usia >60 tahun memiliki hubungan dengan terjadinya kerusakan kognitif. Faktor lamanya tidur pada lansia juga mempengaruhi penurunan fungsi kognitif individu yang disebabkan oleh perubahan degeneratif dalam hipotalamus yang berdampak pada kebiasaan tidur individu. Demensia juga dapat terjadi akibat faktor genetik dimana sebagian pasien memiliki genetik demensia melalui garis keturunan. Selain itu, menurut (Situmorang, 2020), demensia juga dapat terjadi pada lansia yang memiliki status gizi kurang akibat dari lupa sudah makan atau belum sehingga mengakibatkan penurunan berat badan.

Faktor aktivitas fisik lansia juga mempengaruhi terjadinya demensia, sebagian besar lansia yang kurang beraktivitas berisiko tinggi mengalami demensia akibat dari fungsi kognitif yang tidak terasah baik dengan kegiatan-kegiatan yang menstimulasi otak untuk meningkatkan protein yang bernama Brain Derived Neurotrophic Factor yang berperan dalam menjaga sel saraf agar tetap sehat (Situmorang, 2020).

Faktor risiko independen demensia juga didefinisikan sebagai obesitas. Orang dengan obesitas memiliki 74% peningkatan risiko demensia. Menghindari obesitas dapat berkontribusi pada pencegahan demensia, bahkan dapat terjadi pada kelompok yang lebih tua (Priastana et al., 2020).

Pencegahan demensia dapat dilakukan dengan cara antara lain konsumsi buah dan sayur yang kaya akan antioksidan dan vitamin B12, C, serta E, konsumsi makanan yang tinggi serat, rendah lemak, gula dan garam, lakukan aktivitas fisik seperti olahraga ringan secara teratur seperti berjalan minimal 30 menit dalam sehari, hindari rokok dan konsumsi alkohol, lakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter saraf secara rutin, lakukan stimulasi otak dengan cara bermain game, membaca, bernyanyi atau bermain musik, bersosialisasi, berfikir positif, bersyukur dan mendekatkan diri pada Tuhan (Muliatie et al., 2021). Peranan keluarga dengan lansia demensia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi , memberikan motivasi, dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Kartikasari & Handayani, 2012). Lansia di Indonesia pada umumnya merasa nyaman dengan keluarganya seperti anak-anaknya atau saudara-saudara lainnya yang menjadi jaminan yang baik bagi orang tuanya. Dalam kultur jawa, anak berkewajiban memberi kasih sayang dan bantuan finansial kepada orang tuanya sebagai bentuk bakti kepada mereka (Sembiring & Setyarini, 2019).

Selain itu, peran keluarga dengan lansia demensia sebaiknya dapat membantu serta memberikan dukungan kepada lansia agar masing-masing kebutuhan dapat terpenuhi, seperti untuk pemenuhan kebutuhan rasa aman dan keselamatan, dapat dilakukan dengan cara keluarga lebih memperhatikan kondisi lingkungan yang aman untuk lansia, untuk kebutuhan aktualisasi diri keluarga dapat memantau perkembangan aktualisasi diri lansia yaitu dengan cara mengajak lansia untuk berdiskusi, memberikan kebebasan pada lansia dalam mengambil keputusan, dan sebagainya (Sembiring & Setyarini, 2019).

 

Oleh: 

Kelompok B2 PKK 4

 

REFERENSI:

Kartikasari, D., & Handayani, F. (2012). Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pada Lansia Demensia Oleh Keluarga. Diponegoro Journal of Nursing, 1(1), 175–182.

Muliatie, Y. E., Jannah, N., & Suprapti, S. (2021). Pencegahan Demensia/Alzheimer di Desa Prigen, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Prosiding PKM-CSR, 4, 379–387.

Nurfianti, A., & An, A. (2020). The Effectiveness of The Mini-Cog and MMSE As Vital Instrument Identifying Risk of Dementia As A Nursing Process Reinforcement. NurseLine Journal, 4(2), 114. https://doi.org/10.19184/nlj.v4i2.13708.

Priastana, I. K. A., Kusumaningtiyas, D., Hanis, P., & Aryasari, N. L. K. D. (2020). Pendidikan Kesehatan Tentang Demensia Pada Lansia Di Banjar Tengah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Journal of Community Engagement in Health, 3(2), 357–359. http://jceh.orghttps//doi.org/10.30994/jceh.v3i2.110

Sembiring, S. T. H., & Setyarini, E. A. (2019). Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kondisi Demensia Lansia. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 5(1), 42–50. https://doi.org/10.17509/jpki.v5i1.15722

Situmorang, H. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demensia di Puskesmas Gunting Saga Kec.Kualuh Selatan. Jurnal Online Keperawatan Indonesia, 3(2), 118–125.

Suryatika, A. R., & Pramono, W. H. (2019). Penerapan Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia. Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 3(1), 28–36. https://doi.org/10.33655/mak.v3i1.56

 

Pin It
Hits 1493