INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Manajemen Cairan pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Dialisis

  • By Alina Ramadani
  • In Lihat
  • Posted 21 March 2022

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan insidensi gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi.

Hasil systematic review dan meta analysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. (Kemenkes RI, 2017). Hasil Riskesdas 2018, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis di Indonesia sebesar 0,38% yaitu ada 713.783 orang. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal dimana kemampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu akibat kedua ginjal tidak mampu berfungsi secara normal. PGK akan membuat tubuh mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan fungsi tersebut. Salah satu permasalahan yang paling sering muncul dari pasien PGK adalah ketidakseimbangan hidrasi dalam tubuh, keadaan ini dimanifestasikan dengan adanya edema (Pramono et al., 2017).

Bagi pasien gagal ginjal, tindakan hemodialisis merupakan hal yang sangat penting. Pasien yang menjalani hemodialisis terus meningkat seiring dengan peningkatan penderita gagal ginjal kronik. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal untuk memperpanjang harapan hidup (Laily, 2016).

Hemodialisis bertujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme atau protein dan sebagai koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Proses hemodialisis, air menjadi faktor yang paling penting dan dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar. Saat melakukan hemodialisa yang perlu diperhatikan adalah pembatasan cairan. Cairan yang diminum penderita gagal ginjal harus diawasi dengan seksama karena rasa haus bukan lagi petunjuk yang dapat dipakai untuk mengetahui hidrasi tubuh.

Cairan merupakan kebutuhan dasar yang utama. Pada “One Day Care” pasien yang menjalani hemodialisis, cairan merupakan salah satu perhatian perawat di samping oksigenasi, nutrisi, eliminasi, proteksi dan aktifitas. Pasien PGK disarankan agar memantau kondisi kesehatannya dan memperhatikan pembatasan cairan seperti mengurangi rasa haus dengan mengunyah permen karet, menghisap es batu dan potongan lemon serta pengurangan asupan garam untuk meningkatan derajat kesehatan.

Manajemen cairan untuk pasien yang menjalani hemodialisis merupakan proses adaptasi perilaku dan bahwa mengubah perilaku biasanya tidak terjadi sekaligus (Laily, 2016). Manajemen cairan adalah keterampilan dalam mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dalam menanggapi fluktuasi tanda dan gejala, mengambil tindakan dalam menanggapi respon fisiologis kekurangan cairan tubuh, monitoring serta mengelola gejala (Lestari et al., 2017). Tujuan manajemen cairan adalah untuk menjaga peningkatan berat badan normal,/kering selama interval hemodialisis, mengetahui jumlah cairan yang dibutuhkan setiap hari, dan pasien mempu mengatasi rasa haus dengan benar.

Kelebihan cairan dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti: kenaikan tekanan darah, bengkak (terutama bagian kaki), sesak napas (paru-paru dapat terisi cairan), kerja jantung semakin berat (pembengkakan jantung) dan tekanan darah turun saat hemodialisis (cairan yang diambil banyak) (Husain dkk, 2019).

Ada beberapa petunjuk bagi pasien untuk menjaga cairan tubuh pada pasien yang menjalani hemodialisa.

a. Menggunakan sedikit garam dalam makanan dan hindari menambahkan garam makanan

b. Menggunakan bumbu dari rempak-rempah

c. Menghindari dan batasi penggunaan makanan olahan

d. Menghindari makanan yang mengandung monosodium glutamate

e. Mengukur tambahan cairan dalam tempat tertentu

f. Membagi jumlah cairan rata dalam sehari

g. Menggunakan gelas kecil bukan gelas besar

h. Setiap minum hanya setengah gelas

i. Es batu kubus bisa membantu untuk mengurangi rasa haus. Satu es batu kubus sama dengan 30 ml air (2 sendok makan)

j. Membilas mulut dengan berkumur, tetapi airnya tidak ditelan

k. Merangsang produksi saliva, dengan menghisap irisan jeruk lemon/jeruk bali, permen karet rendah kalori

l. Minum obat jika perlu

m. Ketika pergi, menjaga tambahan cairan seperti ekstra minum ketika bersosialisasi

n. Penting untuk menjaga pekerjaan/kesibukan

o. Cek berat badan tiap hari sebelum makan pagi, akan membantu untuk mengetahui tingkat cairan antar hemodialisa

 

Sumber :

Lestari, W., Asyrofi, A., Prasetya, H. A., Studi, P., Keperawatan, I., Studi, P., Keperawatan, I., Studi, P., & Keperawatan, I. (2017). Manajemen cairan pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. 65–74.

Kemenkes RI. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis.Jakarta: Pusat Data dan Informasi.

Insiroh, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk Meningkatkan Kualitas Hidup. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press.

Pramono, C., Agustina, N. W., Suwarni, E., Klaten, S. M., & Muhammadiyah, S. (2017). Edukasi Booklet Terhadap Kepatuhan Pengaturan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa United State Renal Data System ( 2018 ) di Amerika Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronik meningkat 20-25 % setiap tahun . Diperkiraka. 1812–1820.

Husain, Fida' dkk. (2019). Buku Panduan Peer Support Program dan Manajemen Diri Pasien Hemodialisis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

 

Penulis : Kelompok 4 angkatan B22 dan B23

1. Ida Azizah

2. Epti Rizki Ramadani Putri

3. Erni Purwaningsih

4. Izzatul Istiqomah Al-A’dhima

5. Laely Sholihah

6. Galuh Meta P.

7. Margaretha Rae

8. Nurhayati Hamid

9. Florince Bethzenia Hety M.

 

Editor : Risky Nur Marcelina (Airlangga Nursing Journalist)

Pin It
Hits 11089