INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Kompilkasi Aritmia pada Sindroma Koroner Akut

  • By
  • In Lihat
  • Posted 17 May 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Aritmia merupakan salah satu komplikasi sindrom koroner akut. Setidaknya 75% pasien dengan infark miokard akut mengalami aritmia selama periode peri-infark miokard akut. CARISMA trial menyebutkan angka kejadian aritmia pada infark miokard akut masing –masing sebesar 28% berupa fibrilasi atrium new-onset, 13% berupa takikardia ventrikular non-sustained, 10% berupa high-degree AV block, 7% berupa sinus bradikardia, 5% berupa sinus arrest, 3% berupa takikardia ventrikular sustained dan 3% berupa fibrilasi ventrikular.

Kematian mendadak akibat jantung paling sering dikaitkan dengan aritmia dan sekitar separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Penyebab kematian pada infark miokard akut sebelum rawat inap paling sering akibat takikardi ventrikular atau fibrilasi ventrikular. Sejumlah besar peristiwa kematian mendadak pada fase pra-rumah sakit dari sindrom koroner akut, menggarisbawahi perlunya penapisan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko.

Kejadian aritmia ventrikular pada fase rumah sakit telah menurun, terutama karena terapi revaskularisasi dini dan penanganan farmakologis awal yang memadai. Namun, sekiatar 6% pasien sindrom koroner akut bisa mengalami takikardia ventrikular atau fibrilasi ventrikular dalam waktu 48 jam pertama setelah timbulnya gejala, dan terjadi paling sering sebelum atau selama reperfusi. Meskipun ada penurunan yang bermakna kejadian kematian mendadak akibat jantung karena terapi revaskularisasi yang lebih baik dan pencegahan penyakit jantung koroner melalui penghentian merokok dan pengobatan statin, aritmia peri- infark miokard akut, aritmia tetap menjadi penyebab penting kematian mendadak.

Selain aritmia ventrikular, aritmia atrium dapat juga terjadi pada sindrom koroner akut yang dapat menyebabkan kolaps sistem sirkulasi sehingga memerlukan penanganan segera. Fibrilasi atrium merupakan aritmia atrium yang paling sering dijumpai pada infark miokard akut. Fibrilasi atrium telah dilaporkan memperberat perjalanan infark miokard akut pada 2,3-21% pasien rawat inap. Dalam beberapa tahun terakhir, meluasnya terapi reperfusi secara dini (trombolisis dan tindakan intervensi koroner perkutan ) serta penggunaan obat beta-blocker, penghambat enzim pengkonversi angiotensin, dan penghambat reseptor angiotensin II telah menurunkan secara substansial kejadian fibrilasi atrium pasca-infark miokard. Namun demikian, kejadian fibrilasi atrium masih meningkat seiring pertambahan usia, sehingga aritmia ini masih menjadi komplikasi infark miokard akut yang perlu diperhatikan.

Fibrilasi atrium pre-existing menyumbang sekitar sepertiga, dan fibrilasi atrium new onset dua pertiga dari semua kasus fibrilasi atrium pada infark miokard akut. Prediktor independen terjadinya fibrilasi atrium pada infark miokard akut meliputi usia tua, peningkatan denyut jantung saat masuk rumah sakit, fibrilasi atrium pre-existing, hipertrofi ventrikel kiri , adanya gejala gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, pasien fibrilasi atrium lebih sering memiliki hipertensi, diabetes, infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner multi-vesel, biomarka miokard yang tinggi, dan aliran TIMI 3 yang rendah pasca terapi reperfusi.

Ketika terjadi fibrilasi atrium, biasanya didapatkan gangguan hemodinamik secara signifikan karena laju ventrikel yang tinggi, pengisian ventrikel tidak teratur, dan atau karena hilangnya kontribusi atrium terhadap curah jantung. Fibrilasi atrium meningkatkan risiko mortalitas di rumah sakit, jangka pendek (30 hari – 1 tahun), dan kematian jangka panjang (> 1 tahun) pada pasien infark miokard akut.

Terapi utama aritmia adalah obat antiaritmia, terutama penghambat saluran natrium dan amiodaron, namun penggunaannya kini telah menurun, sejak munculnya bukti klinis hasil terapi yang kurang meyakinkan. Perbaikan mutu layanan medis meliputi pemulihan dini iskemia, penggunaan obat-obatan beta-blocker penghambat enzim pengkonversi angiotensin, dan penghambat reseptor angiotensin II, dilaporkan telah menurunkan kejadian aritmia. Demikian pula terapi terhadap sindrom koroner akut maupun manajemen aritmia saat ini semakin didasarkan pada pendekatan invasif. Penggunaan implantable cardioverter-defibrillator (ICD) memiliki efek yang menjanjikan dalam pencegahan primer dan sekunder aritmia ventrikular pada pasien sindrom koroner akut.

Sumber: http://news.unair.ac.id/2021/05/05/kompilkasi-aritmia-pada-sindroma-koroner-akut/

Penulis : Andrianto

http : https://www.annalsmedres.org/articles-and-issues/current-issues/item/3676-arrhythmia-complications-in-acute-coronary-syndrome-focused-on-tachyarrhythmias-p-850-7.html#

Pin It
Hits 895