INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Lama Rawat Inap Bayi Pasca Laparotomi

  • By
  • In Lihat
  • Posted 17 May 2021
×

Warning

JUser: :_load: Unable to load user with ID: 735

Kelainan bawaan lahir—atau kelainan kongenital—pada saluran pencernaan dapat menyebabkan obstruksi atau sumbatan usus yang memengaruhi penyerapan nutrisi sejak bayi lahir dan terlepas dari plasenta ibu. Beberapa kelainan kongenital saluran pencernaan antara lain sebagian usus tidak terbentuk (atresia), menyempit (stenosis), atau gagal berputar (malrotasi). Hal ini masih menjadi tantangan dalam kegawatdaruratan anak dan membutuhkan penanganan segera.

Beberapa anak tidak langsung menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus ketika lahir. Penelitian di Riau, Indonesia, membuktikan bahwa obstruksi usus paling banyak bermanifestasi pada bayi berusia 28 hari hingga 12 bulan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Penyebab obstruksi usus paling banyak adalah Hirschsprung disease, perlekatan usus (adhesi), dan intususepsi. Obstruksi usus dapat ditangani dengan; (1) terapi konservatif menggunakan barium enema, dan (2) terapi pembedahan. Meskipun efektivitas terapi konservatif sudah tinggi, tetapi pasien yang gagal diterapi konservatif dan memiliki kontraindikasi barium enema tetap perlu dilakukan pembedahan.

Laparotomi adalah tindakan bedah mayor yang mengharuskan dokter bedah untuk membuka perut pasien dengan sayatan besar untuk mendapatkan akses yang lebih baik ke dalam rongga perut. Berbeda dengan laparoskopi, yang merupakan tindakan bedah minor dengan sayatan kecil, laparotomi memiliki konsekuensi pasca bedah cukup tinggi, diantaranya luka kosmetik, komplikasi, dan rawat inap memanjang. Sebuah penelitian di Amerika menyebutkan bahwa pasien yang diterapi bedah perlu dirawat inap 3 – 4 kali lebih lama dibandingkan pasien yang diterapi konservatif. WHO melaporkan, rawat inap yang terlalu lama akan menimbulkan risiko penularan infeksi di rumah sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2008 kemudian membuat anjuran lama rawat inap ideal pasien di rumah sakit berkisar antara 6 – 9 hari.

Penelitian ini berusaha mengetahui lama rawat inap bayi pasca bedah laparotomi dan mencari hubungan antara diagnosis, status nutrisi, dan jenis laparotomi dengan lama rawat inap. Setelah dilakukan pengumpulan data bayi berusia 1 – 12 bulan yang dilakukan laparotomi sejak Januari – Desember 2018 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia, didapatkan 24 sampel yang memenuhi kriteria. Sampel kemudian dilkasifikasikan ke dalam status nutrisi buruk dan baik. Jenis laparotomi pun perlu dibagi ke dalam dua klasifikasi, yakni laparotomi mayor apabila dilakukan pemotongan bagian usus, dan laparotomi minor apabila tidak ada pemotongan bagian usus.

Dari 24 sampel penelitian kami, didapatkan rerata lama rawat inap 13,4 hari. Angka ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan anjuran lama perawatan di rumah sakit oleh Kemenkes RI. Salah satu yang mendasari pemanjangan lama rawat inap adalah diagnosis pasien sebelum dilakukan tindakan bedah. Intususepsi menjadi diagnosis paling banyak pada populasi penelitian ini, yaitu sebanyak 62,4%. Penelitian kami menemukan bahwa 8 pasien dengan diagnosis intususepsi dapat menjalani perawatan ≤ 6 hari, sementara 9 pasien dengan diagnosis selain intususepsi—seperti anulare pankreas, adhesi, divertikel, fistul dan stenosis anus, volvulus, dan wound dehiscence—perlu menjalani perawatan lebih panjang yakni > 6 hari.

Selain diagnosis, status nutrisi pasien saat masuk rumah sakit juga berhubungan dengan lama rawat inap. Status nutrisi sangat berperan dalam mekanisme kompensasi saat terjadi perubahan fisiologis tubuh pasca tindakan bedah, seperti ketidakseimbangan elektrolit dan disfungsi saluran pencernaan selama beberapa waktu. Oleh sebab itu, status nutrisi yang baik sebelum tindakan bedah dapat mempercepat proses penyembuhan setelah tindakan bedah. Dalam penelitian ini, pasien dengan status nutrisi buruk mengalami rawat inap yang lebih panjang dibanding pasien dengan status nutrisi baik.

Pasien yang dilakukan prosedur pemotongan bagian usus (laparotomi mayor) perlu menjalani perawatan di rumah sakit lebih lama dibanding pasien tanpa pemotongan usus (laparotomi minor). Adanya bagian usus yang perlu dipotong karena faktor tertentu mengakibatkan area penyerapan nutrisi berkurang dan fungsi usus untuk kembali normal pasca bedah juga terlambat. Akibatnya, pasien perlu bantuan cairan dan nutrisi melalui infus dan hal inilah yang mengakibatkan lama perawatan pasca bedah laparotomi mayor memanjang.

Dari hasil penelitian kami, dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan bedah mayor pada bayi masih memerlukan perawatan lebih lama dari standar anjuran lama rawat inap di rumah sakit. Beberapa hal yang berkaitan dengan lama rawat inap pasien bedah mayor ini antara lain diagnosis, status nutrisi, dan apakah dilakukan pemotongan bagian usus atau tidak.

 

Penulis: Dr. Alpha Fardah Athiyyah, dr, SpA(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.ejmanager.com/mnstemps/172/172-1607958806.pdf?t=1619484025

Shabrina, F. A., Athiyyah, A. F., Hariastawa, IGB. A., Ranuh, R. G. (2021). Profile of Post Laparotomic Surgery in Patients 1 – 12 Months of Age at Dr. Soetomo General Hospital. International Journal of Medical Reviews and Case Reports, 5(1), 164-169.

 

Pin It
Hits 1463