Masa kehamilan adalah salah satu fase penting untuk perkembangan anak dimana janin dan calon ibu akan membutuhkan asupan gizi optimal serta kondisi tubuh yang fit selama masa kehamilan. Dari awal tahun 2017 sampai per Juni 2019 ada 11.958 ibu hamil di Indonesia yang dinyatakan positif HIV setelah menjalani tes (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2019). Bahkan salah satu faktor risiko penularan terbanyak HIV/AIDS melalui penularan perinatal sebanyak 2,8%, yang dapat menular selama kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Ibu hamil yang positif terinfeksi HIV berpeluang besar menularkan mereka kepada bayinya sejak masih dalam kandungan. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2017, ada peningkatan jumlah kasus HIV pada ibu rumah tangga. Besarnya angka ini dipengaruhi oleh hubungan seksual dengan suami yang positif HIV baik yang terdiagnosis dan diketahui, maupun tidak (Kemenkes RI, 2017).
Lalu apa yang dimaksud dengan HIV?
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat melemahkan sistem pertahanan manusia terhadap infeksi dan beberapa jenis penyakit. HIV dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) dengan cara menyerang sel darah putih sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang ringan sekalipun (WHO, 2018). Setelah masuk dalam tubuh, virus dapat tetap aktif menginfeksi tapi tidak menunjukkan gejala HIV/AIDS sampai setidaknya 10-15 tahun. Selama masa ini, seorang wanita bisa saja tidak pernah mengetahui bahwa dirinya terjangkit HIV hingga pada akhirnya positif hamil. Sistem imun yang lemah atau rusak akibat infeksi HIV kronis dapat membuat ibu hamil sangat rentan terhadap infeksi oportunistik, seperti pneumponia, toksoplasmosis, tuberculosis (TBC), penyakit kelamin, hingga kanker. Tanpa penanganan medis yang tepat, masing-masing dari infeksi tersebut juga berisiko menyebabkan komplikasinya tersendiri pada kesehatan tubuh serta kehamilan.
Lantas, apakah ada cara mencegah penularan HIV dari ibu ke calon anaknya?
Tentu ada, ibu hamil dapat menekan risiko penularan pada bayinya dengan menerapkan langkah pencegahan HIV yang tepat. Dengan pengobatan dan rencana yang tepat, risiko penularan HIV dari ibu hamil pada bayi bisa dikurangi sepanjang masa kehamilan, persalinan, melahirkan, dan menyusui. Menurut pedoman PMTCT (Prevention of Mother-To-Child-Transmission of HIV) Nasional, cara pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin yaitu dengan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif meliputi layanan pra persalinan, pasca persalinan serta kesehatan anak. Bentuk layanan yang diberikan yaitu imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, dan pemberian suplemen zat besi. Selanjutnya, konseling dan tes HIV untuk meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara menghindari penularan virus HIV dan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan menjelaskan manfaat konseling dan tes HIV secara sukarela kepada kelompok yang berisiko, kader dan tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2015). Tes HIV pada ibu hamil yang paling umum adalah test antibodi HIV yang bertujuan mencari antibodi HIV pada sampel darah. Ketiga, pemberian Obat Antiretroviral.
Penularan HIV dari ibu ke bayinya dapat dicegah dengan memberikan ibu ARV pada masa kehamilan dan menyusui (WHO, 2018). Pada tahun 2017 ditemukan bahwa, 80% ibu hamil yang hidup dengan HIV memiliki akses ke obat antiretroviral untuk mencegah penularan HIV ke bayi mereka (UNAIDS, 2018). Namun, pemberian ARV tetap disesuaikan dengan kondisi klinis yang dialami ibu. Selanjutnya adalah tentang proses persalinan yang aman. Persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan konseling berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Pilihan persalinan meliputi persalinan pervaginam maupun perabdominam (seksio sesarea). Namun dalam pelaksanaan persalinan, baik secara pervaginam maupun seksio sesaria, harus memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan kewaspadaan standar yang berlaku. Jadi, meski dampak HIV/AIDS terhadap kehamilan tinggi, bukan berarti tidak bisa ditangani. Konsultasikan segera ke dokter kandungan untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Sumber :
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) di Indonesia Triwulan II Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. (2017). InfoDatin : Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV. Jakarta Kementerian Kesehatan
Kumalasari, M. L. F., & Oktavianus, O. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil Tentang HIV/AIDS Dengan Motivasi Mengikuti PMTCT (Prevention-Mother-To-Child-Transimission) Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan Kusuma Hasada.
Isni, K., Shaluhiyah, Z., & Cahyo, K. (2017). Pengetahuan Ibu HIV Mempengaruhi Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Bayi di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 12 / No. 2.
Yulidar, Yunihastuti, E., Djauzi, S., Padmita, A. C., & Koesno, S. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retention in Care Satu Tahun Pasca Persalinan pada Pasien yang Menjalani Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak di RSCM. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 4 No. 2
UNAIDS. (2018). Global HIV & AIDS statistics 2018 fact sheets. Tersedia pada : https://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet. Diakses pada tanggal : 27 Agustus 2020
WHO. (2018). HIV/AIDS : Key Facts, Risk Factors. Tersedia pada : https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids. Diakses pada tanggal : 27 Agustus 2020
Kontributor : Kelompok 3.2 PKK 3
Editor : Ida Sholihatun Nisa’ (Airlangga Nursing Journalist)