INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Ketika Jatuh Cinta

  • By Alina Ramadani
  • In Lihat
  • Posted 29 March 2021

Entah kenapa setiap melihat wajahnya, jantung kita berdegup kencang. Entah kenapa bawaannya selalu ingin bertemu, selalu ingin mengobrol. Di mata kita, hanya dia lah sosok paling sempurna dan paling menarik perhatian. Matanya, senyumnya, raut wajahnya, semua terukir dengan indah di dasar hati.

Itulah sebagian rasa dari cinta. Cinta itu kompleks, dia membingungkan. Tidak ada wujudnya tapi bisa sangat membahagiakan, tidak tampak namun sangat menyakitkan. Namun, pernahkah kita membayangkan sebetulnya apa yang terjadi pada tubuh kita saat sedang jatuh cinta? Apa otak kitalah yang menentukan pada siapa kita jatuh cinta?

Cinta dapat diterjemahkan sebagai suatu perasaan yang kuat dari rasa kasih sayang atau perasaan suka terhadap seseorang, benda, gairah seksual, atau hubungan seksual secara umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa cinta merupakan emosi yang berasosiasi dengan aktivitas sosial, atau keinginan, hasrat, serta partisipasi keterlibatan individual di dalamnya.

Munculnya perasaan cinta dipicu terutama oleh masukan visual walaupun faktor lain juga berperanan. Beberapa studi menunjukkan pada saat kita melihat wajah seseorang yang kita cintai dengan hasrat mendalam, sejumlah area di otak akan teraktivasi. Area yang terdapat di korteks serebri dan subkortikal tersebut merupakan area otak terkait emosi.

Mengapa wajah seseorang yang kita cintai terlihat sangat menarik? Ternyata otak menghasilkan hormon katekolamin, dopamin, norepinefrin, feniletilalamin, dan serotonin sebagai responnya dalam menerima stimulus gairah cinta dan euforia yang tidak tertahankan. Kemunculan hormon – hormon ini akan memengaruhi tingkah laku emosional yang berhubungan dengan gairah instingtual dan suasana perasaan, yang pada akhirnya membuat kita merasa senang, insomnia (tidak bisa tidur).

Ketika seseorang sedang dalam masa PDKT (pendekatan), otak akan menghasilkan hormon oksitosin dan vasopresin dari hipotalamus, disimpan dalam kelenjar pituitari kemudian akan dilepaskan dan didistribusikan dalam darah. Keberadaan kedua hormon ini akan memengaruhi perilaku sosial yakni keagresifan. Konsentrasi oksitosin dan vasopresin dapat meningkat bergantung pada intensitas cinta yang dirasakan oleh setiap individu.

Itulah gambaran secara umum dan sederhana tentang bagaimana cinta “merasuki” setiap pikiran manusia. Dengan mengetahui bahwa mekanisme cinta tak lain dan tak bukan adalah respon otak, semoga kita dapat lebih bijak dan lebih rasional dalam merasakan cinta dan tidak terbutakan olehnya.

Penulis : Raudhatushafytra Kuntari

Editor : Risky Nur Marcelina

Referensi :

Lina Kamelia, Oka Adnyana, ‘Cinta Dalam Perspektif Neurobiologi’, Jurnal Neurona Vol. 30 No. 1 Desember 2012, Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Pin It
Hits 2157

Berita Terbaru