INFORMASI TEST ELPT (KLIK DISINI)

Empowerment Leadership Dalam Pelaksanaan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Model Tim

  • By USI_FKp
  • In Ners News
  • Posted 24 June 2022

NERS NEWSKualitas pelayanan keperawatan ditentukan oleh kinerja perawat. Pelayanan keperawatan akan sangat berkualitas apabila perawat memiliki kinerja yang tinggi, karena perawat merupakan sumber daya manusia yang mendominasi di rumah sakit dan merupakan tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien maupun keluarga pasien(Karaca et al., 2019). Salah satu faktor yang menentukan kualitas kinerja perawat adalah faktor kepemimpinan dalam suatu organisasi (Alloubani et al., 2019).

Perilaku kepemimpinan oleh atasan sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahan, karena pada dasarnya pemimpin merupakan role model bagi bawahannya. Apabila perilaku pemimpin sesuai dengan tujuan organisasi, maka kinerja perawat akan lebih baik. Namun sebaliknya apabila perilaku pemimpin tidak sesuai maka kinerja perawat tidak akan maksimal, hal tersebut kemudian akan menyebabkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien menurun (Batubara & Affafiqur, 2020). Selain dipengaruhi oleh kinerja perawat, kualitas asuhan keperawatan juga sangat ditentukan oleh Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) yang digunakan Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) model tim merupakan model MAKP yang banyak diterapkan di rumah sakit untuk meningkatkan kinerja organisasi (Marquis, D. & Huston, 2012).

Prevalensi kinerja perawat di beberapa rumah sakit secara keseluruhan masih dibawah standar, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Nurhalimah & Anisa Siti (2017) yang menyebutkan bahwa kinerja perawat rumah sakit di beberapa wilayah provinsi Indonesia yaitu sebesar 45%, angka tersebut berada jauh di bawah standar ideal yang ditetapkan oleh KEMENKES tahun 2013 yaitu 70%-80%. Selain itu, berdasarkan data dari KEMEKES tahun 2016 bahwa kinerja perawat di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 52%, angka tersebut juga masih dibawah standar yang ditetapkan. Kinerja perawat yang rendah akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien serta keluarga pasien. Hasil penelitian Muryani (2019) menyatakan bahwa sebanyak 10 (45,5%) kepala ruangan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab dalam asuhan keperawatan berada pada kategori kurang dan hanya 2 (9,1%) dalam kategori baik. Ketua tim dalam menjalankan peran dan tanggung jawab dalam asuhan keperawatan sebanyak 10 (45,5%) dalam kategori kurang dan 8 (36,4%) dalam kategori baik. Sedangkan untuk peran dan tanggung jawab anggota tim dalam pelaksanaan asuhan keperawatan model tim antara yang baik dan kurang sama yaitu 50% serta berdasarkan penelitian tersebut didapatkan data bahwa 80% perawat belum mengetahui peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan MAKP tim. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran dan tanggung jawab antara kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim dalam pelaksanaan asuhan keperawatan profesional model tim belum dijalankan secara optimal.

Berdasarkan fenomena tersebut pula, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga melalui Prodi Magister Keperawatan dengan salah satu tagline “Innovation in Caring & Morality”, selalu berupaya menjaga kualitas lulusan yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan berbagai inovasi dalam keperawatan serta tetap menjaga aspek moralitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Pada dasarnya di dalam metode tim terdapat dua konsep utama yaitu kepemimpinan dan komunikasi efektif. Keberhasilan penerapan Metode Asuhan Keperawatan Profesional Model Tim tergantung dari kepemimpinan kepala ruangan untuk mengatur timnya (Marquis, D. & Huston, 2012). Kepemimpinan adalah sebagai ujung tombak dalam pengelolaan sebuah lembaga atau organisasi, oleh sebab itu terdapat fungsi-fungsi yang akan mendukung tercapainya tujuan lembaga yang efektif. Dengan demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu mempengaruhi orang-orang untuk mampu melakukan tugastugas yang telah dipercayakan kepada para pegawai (Wirawan, 2017).

Empowering leadership merupakan perilaku pemimpin dalam mewujudkan keterampilan kepemimpinan dalam memberdayakan karyawan, sehingga karyawan lebih bertanggung jawab, melalui otonomi tugas dan partisipasi (Kim et al., 2018). Secara khusus, empowering leadership mencakup perilaku seperti mendelegasikan, mendorong inisiatif, menumbuhkan keterampilan self-leadership, memberikan otonomi dan wewenang pada bawahan, dan menunjukkan kepercayaan pada kinerja bawahan yang tinggi, serta menawarkan dukungan perkembangan melalui pembinaan, pemodelan, dan umpan balik pada bawahan (Amundsen et al., 2014). Empowerment leadership dapat menjadi tipe kepemimpinan yang berbeda baik secara konseptual maupun empiris, melalui penekanan pada aspek yang berbeda dari proses kepemimpinan lainnya, seperti mendorong bawahan untuk mengambil inisiatif, menekankan fokus bawahan pada tujuan, menunjukkan kepercayaan pada bawahan untuk meningkatkan rasa selfefficacy dan motivasi mereka dan memberikan dukungan pengembangan untuk meningkatkan keterampilan bawahan (Kim et al., 2018).

Penulis : Silvia Farhanidiah, S.Kep., Ns

Pin It
Hits 1625

Berita Terbaru